situs bandarq

Kenikmatan di Dalam Mobil


afb-365.com
Suatu Malam, di depan sekolah kami…

“Cekreet…!!”, jendela mobil turun terbuka, setelah ditekan sebuah tombol.

“Eeh, si cantik yang ditunggu – tunggu datang juga heheh”, kedua pria itu tertawa mesum bahagia. Melihat tiga gadis cantik, dua indo, calon mangsa birahinya berdandan seksi, memakai kacamata hitam pula.

“Dasar, muka memek otak ngentot…udah cepet masuk ! Ti, lo kebelakang…Bang Ambon di depan sama gw, Pak Mukhlis di tengah…Tika kebelakang !” suruh Joana.

Mereka berdua masuk dan kami segera mengatur posisi seperti yang diatur Joana pemilik mobil. Ini adalah salah satu janji kami pada mereka sebagai hadiah perpisahan, untuk Pak Juki..Pak Slamet dan Mang Roudeng, telah kami berikan di Villa Murti (akan aku ceritakan di lain kesempatan, jika ada waktu). Handycam kunyalakan. Ketika mobil melaju, tangan Bang Ambon langsung bercokol di dada montok Joana meremasnya gemas. Bibir tebalnya menciumi lengan dan pipi dimana Joana berusaha menghindarinya. “Bang Aaah, Sssh…sabar, nanti ajahh…” desah Joana, diserang rangsangan saat tak bisa bergerak banyak menolak, maupun menepis.

“Maap Neng, abis Neng Joana asoy…udah cakep, montok…alus mulus heheh” ujar Bang Ambon menggombal, tanpa berhenti sedetikpun menggerayang.

Nasib Murti tak jauh beda, malah lebih gila mentang-mentang merasa aman di bangku tengah. Mereka ber-69, Pak Mukhlis di bawah dan Murti di atas. Rok mini tersingkap, aku meng-shot ke daerah itu, dimana Pak Mukhlis asyik melahap memek. Sesekali aku pindah ke arah lawannya, meng-shot Murti sedang keranjingan nyepong.

(Shit, I’m horny…horny, horny, horny), sebelah tanganku yang nganggur meremas toket, memuntir puting dan mengobok memek sendiri.

Tangan Bang Ambon semakin bergerilya. Menelusup ke dalam rok Joana, padahal lampu merah dan ada pengamen di samping pintu, Joana menepis tangan nakal itu. Namun acap kali di tepis, tangan itu kembali lagi tak pernah kapok. Akhirnya ya dibiarkan saja, selain percuma, digerepeh khan enak ^o^. Joana mengambil uang ribuan dekat perseneling, dibukanya sedikit jendela untuk memberikan uang tersebut. Namun…

“Aaah, Pak !” desah Joana keras, Bang Ambon sengaja menusukkan jari tengahnya hingga terbenam semua di memek, yang membuat tombol tertekan dalam-dalam hingga jendela terbuka semua.

Terlihatlah seorang ABG Indo U.K England sedang menyupir, tapi toketnya sedang dikenyot dan pahanya digerepeh pria gundul berpakaian lusuh disampingnya. Kontan pengamen itu menarik nafas dalam-dalam dengan mata terbelalak.

“Kyaaa…”, Joana spontan melempar uang dan segera menekan tombol untuk menaikkan kaca jendela, kebetulan lampu telah kuning menuju hijau.

Ketika hijau, Joana langsung memasukkan gigi dan tancap gas. Murti malah sempat-sempatnya membuka kaca memamerkan sepongan, menampar-namparkan penis ke pipi sambil tersenyum manis. Membuat si pengamen semakin tidak sudi beranjak dari jalan dan diklakson banyak kendaraan. Aku hanya tertawa melihat kenakalan kedua sohibku itu, sungguh liar. Singkat cerita, kami sampai di tempat tujuan, memasuki tempat pembayaran karcis. Kali ini Joana keras memperingatkan Bang Ambon, juga Murti dan Pak Mukhlis untuk stop berpeting ria. Joana meminta Pak Mukhlis bersikap seolah bapaknya anak-anak, walaupun dari segi wajah sama sekali tidak masuk akal.

“Berapa orang ?” tanya si kasir karcis.

“Lima orang !” sahut Joana sambil membuka jendela, Pak Mukhlis juga membuka jendela.

Satu orang yang di luar pos yang biasa menghitung isi penumpang, memasang pandangan curiga pada kami. Dia pasti berpikiran, mau apa kami malam-malam, dimana isinya tiga gadis dan dua pria dewasa, yang perbandingan wajahnya bagai Bidadari dan Iblis. Namun dia tak bisa apa-apa, mobil kami pun masuk setelah membayar. Joana mencari tempat di pojokan yang  betul-betul sunyi sepi, namun juga tidak terlalu mencurigakan. Untuk melakukan aktivitas ‘mobil goyang’ di Ancol, ya kami sekarang di Ancol.



“Ti, lo sama Pak Mukhlis tunggu di luar, jagain kalo-kalo ada yang curiga !!” suruh Joana.

“Ok Bos hihihi…” sahut Murti, dia pun keluar dengan si tukang es, berbincang sambil smoking bersama.

“Nov, kamera siap ?” tanya Joana, sambil membuka celana Bang Ambon untuk memberi pelumas melalui sepongan.

“Yuhuu…ready…” sahutku, dan langsung meng-shot adegan oral sex itu.

Bang Ambon melenguh-lenguh keenakan, tangannya menjambak pemanja Ambon Jr. Joana menghentikan sepongan, dia meloloskan celdam dan melepit rok mininya sendiri.

“Bang…lo duduk sini dong, gw udah mau…” suruh Joana, berpegangan di setir sambil mengangkat pantat, rupanya dia ngin memakai gaya reverse cow girl.

Bang Ambon segera pindah dengan perintah surga itu, Joana menurunkan pantat perlahan dengan sebelah tangan mengarahkan penis. Bang Ambon membuka lebar bibir vagina dan Blessh…!!, amblaslah penis disambut desahan. Dalam layar handycam-ku, penis Bang Ambon hilang tertelan semua batangnya. Joana yang sudah horny langsung menaik turunkan tubuh sambil berpegangan di setir. Bang Ambon menikmati surga dunia dengan bersandar dan mulut ternganga.

“Neng Joana, Oookh…pelan Neng Enggkhh”.

“Ayo Bang Aah…lo ngincer Aah…gw khan Aah…Ayooh…entotin gw Aah…mana peju lo Aah…nih memek gwee…nih memek gwee…Aaaaaahh !!”.

“Plok ! plok ! plok ! plok !”, bunyi tepukan pantat dan buah zakar keras, mobil pun terasa bergoyang seperti gempa, mungkin sebab itulah disebut mobil goyang. Sesekali, Murti mengintip bersama Pak Mukhlis sambil tertawa.

“Oooh…enak Neeng…Aa..Abaaang…ngecrot HGGKKHH !!”, Bang Ambon mengangkat pinggang Joana hingga penis terlepas.

“CROOOOTTT…CROT CROT CROOTT !!”, Bang Ambon menyirami body seksi Joana.

Joana menjerit-jerit kecil setiap kali pantatnya menerima tiap-tiap mani yang menyembur kencang, untuk menggoda agar lebih gemas terhadapnya. Metode itu berhasil, mendengar Bang Ambon menggeram makin keras bagai kerbau, tanda dia menyukai hal itu. Setelah persediaan sperma habis, Bang Ambon mendesah panjang penuh kepuasan, seraya meratakan peju di pantat Joana, kemudian kembali memangku Joana. Penisnya terlihat mengkilap, berselimut jus cinta.

“Shit ! heh heh…gw belum keluar heh nih !” protes Joana, dengan nafas terengah-engah.

“Iya perek…heh heh sabaaar heh heh !!” sahut Bang Ambon, nafasnya sama memburu.

“Cepet dong heh heh botak…erh, bikin gw heh heh keluar …”.

“Dasar perek…”, Bang Ambon mencengkram pinggang Joana dan mengangkatnya, Joana berpegangan di setir.

“Plak !!”

“Perek ABG…!”,

“Plakk !!”

“Perek cantik…!”,

“ Plaakk !!”

“Perek kaya…!”,

“ Plaak !!.”

Joana mendesah berakting memohon ampun diperlakukan maniak, gemas dan bernafsu oleh Bang Ambon. Dalam layar handycam, terlihat pantat Joana bilur kemerahan, semakin seksi menggairahkan saja.

(Gila tuh titit !!), dalam hati-ku, melihat Bang Ambon kembali konak.

Dia betul-betul menikmati bisa mempecundangi gadis ABG model Joana. Beruntungnya dia, sahabatku yang cantik itu ‘sakit’, dia balik menikmati dipecundangi.

“Kesiniin, gw jebol memek lu !”, Bang Ambon melempar Joana ke samping dengan kasar.

Joana bertumpu pada sikunya di bangku penumpang depan, dan berlutut di bangku supir. Bang Ambon berlutut tegak, menempatkan diri di belakang Joana yang menungging. Dia menggenggam tombak kebanggaannya, dan mengarahkan ke sasaran tembak. Kepala Joana bertengadah mendesah,

“Kontool, Ssshh…shitt !”, menandakan penis Bang Ambon, berhasil menyeruak masuk liang senggama. Tentu dengan bergelimangnya lendir vagina, memudahkan prosesi pencoblosan.

“Aaaahh, gila lo…pelanan dikit botak, Shit !!”.

“Nape perekk ?! lu minta ini pan..hah…lu suka dientot pan…niih…nih pereek niih…gua entot lu sampe ketagihan…nungging lu pereek, nunggiiing…nungging ajahg !”, begitulah mereka bersahut-sahutan saling memaki, menikmati persetubuhan.

Betapa sakitnya cara mereka, tapi membuatku horny luar biasa. Kuremas toket, kupuntir puting dan kuobok-obok vagina yang sudah lembab.

“Shit !! He split me in two…it hitting my womb…his bangin’ my cervix !! FUCK MEE, FUUUUUUCCK !!!”.

“HEEEENGGH…HEEEENGGH…GILA NI MEMEKK…GILA NI MEMEEKKK !!”, Bang Ambon meracau jorok, menjambak rambut hitam kepirangan Joana.

“TITIT…KONTOOOLL…ANJING GILAA…BOTAK SIALAAN…TIKA…E-ENAK BANGET.AAAAHHH…GW KELUAR…KELUAARRH !!” erang Joana.

Pinggang Joana yang sedang mengejat menikmati orgasme, dicengkram erat Bang Ambon. Joana memutar pantat mengaduk liangnya sendiri, penis pun serasa diremas dan dipuntir, menjadikan kenikmatan berganda. Pinggang Bang Ambon dan pantat Joana melekat ketat jadi satu.

“Iyaaaaaahhh…iya-aaaaahhh !!” aku orgasme, ya…aku pun ikut klimaks, adegan mereka hot sekali buatku.

Untuk sejenak handycam tidak focus, bagian ini hilang karena tubuhku sedang bergetar menikmati orgasme, membayangkan aku yang dientot demikian. Dengan mata sayu dan tubuh berkedut-kedut, kucoba mengarahkan layar handycam kembali. Mereka bergerak memisahkan diri,  Joana jatuh telungkup dengan tubuh mengejat-ngejat. Perut Joana menindih rem tangan mobil, tapi rasa sakitnya hanya ¼ jika dibanding rasa nikmat yang mendera ke seluruh tubuh.

“Oooohh, shitt !! heh heh Shiitt !!”, Joana meluapkan kenikmatan, nafasnya memburu.

Ku focuskan handycam pada pantat Joana yang berkedut-kedut, juga penis Bang Ambon yang mulai mengkerut. Mereka mencari udara, berdiam diri untuk memulihkan tenaga.

“Anjritt…memek gw bonyok !! biji peler sialan…!!” maki Joana setelah melihat keadaan fisik miliknya yang kemerahan, akibat nafsu gila.

“Rasainn…resiko lu jadi perek !! siapa suruh bisa dipake’…”.

“Tukang ngentot…lu aja yang maniak !! ngentot kaya orang kesetanan !!”, makian Joana yang jalang, membuat batang penis Bang Ambon kembali menegang.

Kelebihan Joana diantara kami bertiga, adalah suaranya yang serak seksi namun lantang, pria normal pasti horny jika mendengarnya.

“Arh !” jerit Joana, Bang Ambon menampar keras pantatnya, jerit itu terulang dan terulang oleh sebab tamparan juga berulang kali.

“SAKIT BOTAAK !!” omel Joana.

“Dasar perek, maunya dibikin enak mulu…nih gua kasih yang sakit !” pemilik warung itu membuka belahan pantat Joana dan meludah disana beberapa kali.

“Anjing, gw mau di Anal…SHIT, SHIIT !!”, Joana merasakan kepala penis Bang Ambon menggesek liang anusnya.

“MODAR LUU !!”, Joana mengerang bagai serigala terluka, padahal hanya masuk ¾ batang saja.

“Anjing, sakit tau !! titit lo khan gede !!” protes Joana.

Bang Ambon cuek bebek, dia terus menekan penis menggunakan tehnik tarik ulur, hingga batang tertancap keseluruhan menyisakan buah zakar.

“NGEHEKK…seret aje ni bo’ol ENNGGH…uda sering gua pake’ jugakh !!”.

Bang Ambon berjongkok di atas bongkahan pantat, kedua tangannya menjambak hingga Joana bertengadah. Rem tangan yang ditindih perutnya, memaksa Joana menunggingkan pantat lebih tinggi, membuat Bang Ambon semakin happy.

“HEEENGGH…HEEENGGH…HEEEENGGH !!”, Bang Ambon membombardir Joana, hujamannya membuahkan bunyi tepukan keras.

“SHIITT !! FUCK MY ASS…FUCK MY ASS…LUCKY ASSHOLE…FUUCK…YOU BREAKING ME…SHIIT…SHIIIIIITT !!!”, Joana berteriak keras dengan jari mengobok vaginanya untuk mengurangi rasa sakit di anal.

“GILA BO’OL LU…GILAA BO’OL LUU…GILAAA BO’OL LUU…NI PEJU…GUA TARO DI PANTAT LUU…PEREEK…PEREEEKK, HNNGGGHKKH !!, Bang Ambon menyodok sedalam mungkin, perut Joana terpaksa menindih rem tangan karena tubuhnya tergencet.

CROOOOOOOTTT !!! CROT CROT CROOOTTT !!, Bang Ambon bergidik nikmat, liur dan ingusnya meler tak karuan di tiap kecrotan.

Rasa perih seketika hilang, Joana menikmati peju yang menembak deras, membasuh lecet dan hangus di anus.

“Haah, puas gua ini hari…dapet mulut, memek, bo’ol…enaak…” ujar Bang Ambon, yang kemudian sesukanya mencabut penis, Joana terpekik kecil seirama letupan.

“Hehe, terima tuh peju gua…lihat nih Neng Tika, peju Abang ada di memek sama bo’ol temennye…” ejek Bang Ambon ke arahku, jarinya membuka lebar belahan pantat dan bibir vagina Joana, seakan memintaku meng-shoot kesitu.

“Neng Tika juga siap-siap Abang bikin kaya gini lho” ancamnya menyeringai ke arahku, aku bergidik ngeri dan ngilu membayangkan di Anal demikian.

Pak Mukhlis dan Murti yang sudah tidak sabar, mengetuk jendela mobil minta jatah. Bang Ambon dan Joana merapikan pakaian yang acak-acakan dan rambut yang awut-awutan. Dengan sisa tenaga, mereka keluar mobil bergantian dengan Murti dan Pak Mukhlis yang sekarang masuk ke mobil. Mereka berdua masuk dari bagian tengah, jadi aku harus pindah ke bangku depan. Sebab jika dari bangku paling belakang, tidak bisa memfokus adegan. Pak Mukhlis benar-benar sudah tak tahan, dengan bernafsu dia mendorong Murti telungkup.  Tukang es berambut kribo itu menjilati paha dengan rakus, menjalar terus ke pipi pantat. Bibir tebalnya melahap dan menggigit kecil disana, Murti menjerit histeris menerima rangsangan erotis. Puas menjilat, dia membalik tubuh Murti. Lidah dan mulutnya pun berpetualang di vagina dan payudara. Tak berlama-lama, Pak Mukhlis menelanjangi diri. Diselipkannya penis, walau agak sulit, dia mati-matian terus menekan mencari kenikmatan. Murti pun mendesah dengan tubuh tersentak, mulut Pak Mukhlis ternganga, tanda penis telah meraja di vagina. Tangan Pak Mukhlis seperti orang push-up, penisnya menumbuk tanpa ampun. Kembali aku seperti nonton bokep Live Show, mereka tak mempedulikan kehadiranku, betul-betul serasa membuat film bokep saja. Pak Mukhlis naik turun gencar, mobil kembali bergoyang. Sesekali, lidahnya menjilati pipi, merasakan manisnya wajah Murti. Posisi ini membuat memek semakin menjepit legit, kenikmatan itu terlukis di wajah Pak Mukhlis yang amit-amit. Mereka berdua saling tatap-menatap, Murti menatap sayu wajah amburadul penyenggamanya. Surga bagi Pak Mukhlis, Neraka buat Murti.

“Aaaah…aaaahh…Deeper..Deepeeer, eM-Aaahh, Yes !!” desah Murti, seraya menggigit jari telunjuknya.

“Oooh…Neng Etii…memeknya…enaaaakkh !!” celoteh Pak Mukhlis, dia mengejan sekuat tenaga, nafasnya terhenti sejenak.

Ditekannya penis yang sedang muncrat dalam-dalam, Murti menyambut dengan pinggul berputar bagai mengaduk adonan, mereka saling memasuki satu sama lain. Pak Mukhlis menggeram dengan wajah beberapa centi saja dari wajah Murti. Mereka berkelojotan seirama kedutan di penis dan vagina masing-masing. Mata terpejam meresapi puncak kenikmatan, lezatnya rasa bersebadan.

Nafas memburu tatkala puas tercapai, kufokus handycam pada penis yang berselimut aneka lendir. Murti rebah di atas jok, Pak Mukhlis bersandar, menanti stamina pulih untuk ronde berikutnya. Sambil menunggu, Pak Mukhlis iseng meraba paha. Selang beberapa menit, penis kembali mengeras. Badan Murti dimiringkan, sahabatku itu memasrahkan diri tubuhnya di bolak-balik tukang es nong-nong. Sebelum mereka mulai, aku langsung menyela.

“Ti, gw ikut donk ? ‘gak tahan nih, masa cuma jadi kameramen aja…” protesku, mupeng dientot juga.

“Yah, gw ‘lum puas nih…suruh Joana dah yang megang handycam !” akupun memanggil Joana, Bang Ambon tetap berjaga diluar mobil.

Kiranya siap di shot adegan, Murti naik ke atas penis Pak Mukhlis, aku ke wajahnya untuk foreplay. Murti mengisi vaginanya dengan penis diiringi erangan, setelah berhasil menancap, tanpa buang waktu dia menggenjot naik turun. Aku dan Murti saling bergenggaman jemari, mendesah menjadi-jadi. Pak Mukhlis menyentak-nyentakkan pinggulnya ke atas merespon tumbukan. Lidahnya menyusuri organ kewanitaanku, liang terasa lembab, ludah meramaikan hingga basah.

“Yeaah, gitu Pak.. terush… jilati sepuasmu !” demikian desahku, ketika vaginaku dilahap dia penuh nafsu.

Murti bagai menunggang kuda saja, dia menumbuk dengan gencar hingga Pak Mukhlis kelabakan, sampai liur dan ingus meleleran. Tiba-tiba, Murti menghentikan tumbukan, tubuhnya menggigil, kulihat di daerah selangkangan membludak cairan bening. Dia pindah ke bangku belakang, tiduran mengistirahatkan badan. Giliranku kini beraksi, kutindih Pak Mukhlis yang terlentang. Penisnya yang masih mengacung tegak kubimbing untuk memasuki milikku, sementara Joana mendekat agar adegan bisa detail. Tapi, liang memeknya malah jadi sasaran jari, Joana meng-shot  sambil mendesah ikut meramaikan adegan.

Aku bergoyang di atas penis Pak Mukhlis, yang sedang asik mengobok-obok vagina. Joana menambah kegilaan dengan menstarter mobil menyalakan AC dan memutar musik Bon Jovi, ‘One Wild Night’. Begitulah judul lagunya, Hot iramanya se-Hot seks kami.
[One Wild Night, crazy by the moonlight, One wild night !!”]

Isi liriknya sesuai dengan kehidupan kami malam itu. Belum selesai aku mendapatkan klimaks yang kucari, seseorang mendorong tubuhku dari belakang, dari jongkok hingga telungkup di atas Pak Mukhlis. Orang itu langsung membuka belahan pantatku dan meludah disana beberapa kali, aku tau siapa dia dan apa yang diinginkannya…BANG AMBON MAU ANAL SEX !!.

(Shit !!, kena juga deh gw…), keluhku.

“Bujug buset, seret bener ni bo’ol…nyesek to’ol gua !” celoteh pemilik warung berkepala gundul itu.

Sekejap tubuhku terasa penuh, dua liangku terisi penis, aku di sandwich. Bang Ambon langsung bergerak brutal mencari ejakulasinya, Pak Mukhlis tak dapat bergerak banyak, seks di dominasi Bang Ambon. Akupun hanya bisa mengerang, Pak Mukhlis yang sudah terlebih dahulu ejakulasi, malah menjadi korban ekspresi kesakitanku, rambut kribonya aku jambak-jambak dan kami bersamaan teriak. Untunglah Bang Ambon tak lama, pasti karena sempitnya.

Air mani banyak sekali kurasa menembak anusku. Rasa pedih sirna seketika, terbasuh lecetnya. Kurang ajar memang dia, mencabut penis seenaknya dan diakhiri dengan tamparan keras di pantatku sambil tertawa. Pokoknya malam itu, kami ngeseks gila-gilaan, bahkan membalas SMS dari Ortu-pun sambil dientot. Murti contohnya, dia di bangku belakang disuruh Bang Ambon nungging. Pantatnya diincar mau di-Anal juga, Murti memekik sementara tangan mengetik SMS di ponsel.

Joana malah lebih gila, dia yang telah menangkap basah Mami-nya selingkuh dengan berondong Gigolo Melawai, cuek mengangkat telp dari Mami-nya dan berbincang sambil dientot Pak Mukhlis, dimana dia terpental-pental nungging. Ironi sekali, aku sendiri juga jadi terpaksa menulis kata ‘baik-baik saja’ pada Papahku. Padahal disaat yang sama, aku dan kedua sahabatku sedang pesta seks. Dan seperti pemain bokep saja, saat pesta berakhir, kami semua tersenyum melambaikan tangan ke handycam. Kami keluar dari Ancol dengan sejuta kesenangan dan kepuasan.

Pak Mukhlis minta diantar ke tempat yang berbeda, rumahnya memang berbeda dengan Bang Ambon. Setelah sampai di sebuah jalan perkampungan, kami parkir jauh di sebuah lapangan, agar tidak mencurigakan. Sebelum keluar mobil, dia minta di Oral, dasar tua-tua keladi. Kami pun mengabulkan permintaan terakhirnya, Bang Ambon disuruh Joana memegang handycam untuk merekam adegan kami. Penis Pak Mukhlis jadi mainan mulut dan lidah kami, pindah dari satu mulut ke mulut lainnya. Penis itupun berkedut saat kukulum, Pak Mukhlis menariknya keluar kemudian melenguh panjang. Kukucok dalam genggamanku dengan gencar.

“Ayo Paaak…muncratiiin…kelua.Aaaaaahhh !!”, mani Pak Mukhlis tiba-tiba menembak wajahku,

Cairan kental berbau khas memancar dengan deras, membasahi wajahku. Namun Joana segera mengambil alih penis, mengarahkan muncratan ke wajahnya, begitu juga Murti yang minta bagian. Kami berebutan menelan cairan amis itu, penis di pompa habis agar keluar semua, pemiliknya nampak mendesah-desah kelabakan

“Sabar neng, sabaaar…bisa putus titit Bapak entar” katanya, terbata-bata.

Setelah tidak ada lagi yang keluar, kami saling menjilati wajah satu sama lain. Dan sekali lagi tersenyum ke arah handycam sambil menggenggam penis, bahkan aku mengecup kepalanya. Kami melambai dan, selesailah adegan.

Pak Mukhlis keluar mobil lesu tak bertenaga, tapi wajahnya terlihat puas tiada tara. Bang Ambon juga sama, tak mau kalah dan meminta jatah. Tapi, Anal lagi Anal lagi…jadi sebal, khan sakit. Kami disuruh nungging di jok tengah bertiga, sambil memegang handycam, dia berposisi setengah jongkok dan setengah berdiri. Satu per satu, Bang Ambon meng-Anal kami, dasar ‘Ambon’ maniak. Ketika mau keluar, dia buru-buru mencabut, lalu pindah ke pantat sebelahnya. Begitu dia memperlakukan kami bertiga, kami hanya bisa menjerit dan membuka belahan pantat dengan kedua tangan. Terakhir, Bang Ambon terdengar menggeram nikmat keras, ketika sedang meng-Anal Murti. Dia menekan penisnya dalam-dalam, hingga Murti mengaduh kesakitan dengan mata terbelalak. Tubuhnya menggigil nikmat dengan suara mengejan tertahan.

Karena aku yang ada di tengah, akulah korban berikutnya. Bang Ambon memasukkan penisnya yang masih muncrat itu ke pantatku, aku spontan memekik. Belum habis muncratan, Bang Ambon beralih ke pantat Joana. Sebagai gadis yang paling diincarnya, dia menekan penis sekuat tenaga. Kepala Joana sampai bergeser dan terantuk kepalaku,   kulihat bola matanya mendelik menyisakan putih. Pasti dalam sekali penis itu tertanam, geramannya sampai mengalahkan suara bising lagu Rock. Tangan Joana menggebrak-gebrak jok mobil, kakinya mengepak-ngepak seperti berenang gaya bebas, menendang punggung Bang Ambon agar berhenti, karena memang sudah tidak ada lagi yang bisa dimasukkan, semua batang penis telah tertancap.

Namun tampaknya, pemilik warung rokok itu tak ambil peduli. Akhirnya dia bergidik nikmat, menuntaskan ejakulasi sampai tetes mani penghabisan. Sebagai scene terakhir, Bang Ambon menyorot handycam ke tiap-tiap pantat. Menyuruh kami untuk membuka lebar belahannya dengan kedua tangan, agar terlihat anus kami bertiga yang penuh dengan sperma, hasil karya maniaknya. Dia tertawa menang, wajah amit-amitnya itu terekam menjijikkan ketika kami menonton ulang semua adegan yang terekam handycam di rumah Joana waktu mandi bersama. Aku pulang ke rumah dengan tulang serasa lolos.

* One of the best crazy memory, with my two best friends *

***************************

# Esoknya, minggu pagi…



Tok ! tok ! tok !!, suara pintu diketuk, selagi aku melilitkan handuk di rambut memakai kimono sehabis mandi, hendak sarapan.

“Permisii…!”.

“Yaa, sebentar…”.

“Ceklek !”, kubuka pintu, terlihatlah seorang Bapak tua, sedikit lebih tua dari Papahku yang kira-kira usianya hampir 60-an. Wajahnya penuh dengan bisul yang menjijikkan, gemuk dan berkulit hitam. Tamu itu membeku, menatapku dari ujung kaki hingga ujung rambut.

“Iya, ada apa ?” kataku memecah lamunannya.

“Oh, Bapaknya ada dik ?”.

“Masih ke Swalayan sama Mamah…Bapak, Pak Mukarom yah ?”.

“Iya dik betul, kok tau ? ini dik Tika yah…?”.

“Iya, kok tau juga hehehe mari masuk Pak…” tawarku, pria itupun masuk.

“Ya, Pak Lutfi khan cuma punya anak satu…” katanya, sambil berlalu duduk.

“Waktu dik Tika kecil, Bapak juga suka bantu ganti popoknya lho…” ledeknya menyeringai.

“Hihihi, jadi maluu…” sahutku, dengan wajah merah seperti kepiting rebus.Gairah Sex

“Yah, itu khan dulu…sekarang udah besar, udah cantik !! engga kalah sama Ibunya he he he” terangnya menjurus dengan tatapan mesum.

(Jangan-jangan jangan-jangan nih Bapak…), aku tersenyum manis mendengar pujiannya.

Obrolan kami disela suara klakson motor, yang rupanya Papah dan Mamah sudah pulang shoping. Mobil keluarga terpaksa dijual, untuk menutupi kerugian perusahaan yang sudah lebih dari satu kali. Selanjutnya, mereka berbincang serius masalah bisnis. Pria itu, aku tak akan pernah bisa memaafkannya. Penyebab hancurnya keluarga-ku, kehidupanku, juga cinta-ku. Hari itulah hari pertama aku bertemu dengannya, hari yang tak bisa kulupakan seumur hidup, kemana pun akan kubawa serta ingatan tersebut…

Pagi itu, aku sibuk mengepak barang. Kami bertiga bulat bersepakat untuk liburan, menghilangkan stress ke pulau Bidadari. Disana ada penginapan mewah milik Joana. Kami ingin menggunakan kesempatan untuk bersenang-senang sepuasnya. Aku membawa pakaian renang mini, bisa dibilang sebenarnya hanya CD dan Bra sih, Disana kegiatan kami, pasti dipenuhi dengan berenang, disamping memang Hobby. Maka dari itu, tidak mengherankan, jika tubuh kami tinggi untuk ukuran ABG. Dalam perjalanan, aku mengenakan tank top pink, Joana memakai warna favoritnya hitam, ciri wanita lagi horny, sedang Murti biru muda. Tak lupa, kami mengenakan Syal melingkar di leher senada dengan tank top. Untuk bawahan, kami kompak celana pendek jeans Rodeo warna putih. Kontrasnya warna pakaian dan kulit, menambah pesona yang membuat semua pria menoleh hingga leher mereka keseleo.

“Din, diiiinn !!”, suara klakson mobil.

“Oi Nov…cepetan !!” panggil Joana, aku tahu dari suaranya yang cempreng, suara Murti jauh lebih lembut.

Aku pun berpamitan dengan kedua orang tuaku, yang dari raut wajah mereka tampak sedang kesulitan. Mamah menyeka air mata di pipinya, aku mengusap-usap punggung wanita yang mengandungku itu, mencoba menghibur. Seharusnya memang aku hanyut dalam derita keluarga bersama-sama, bukan bersenang-senang meninggalkan Orang tua dalam kesulitan.

“Hati-hati di jalan nak…jangan lama-lama yah, nanti Mamah kangeen…muach, muach !” kata Ibuku terCinta, sambil mencium kedua pipiku.

Beliau semakin banyak meneteskan air mata, hingga membasahi pipi kami berdua. Aku memang belum pernah pergi sampai menginap di luar. Walaupun main ke rumah Joana, Murti ataupun dugem, malamnya pasti tetap pulang. Tak sanggup, air mataku pun menetes jua. Aku hanya bisa membalas dengan ciuman panjang di pipi Mamah, sebagai tanda sayangku padanya. Papahku pun juga ku-kecup demikian. Setelah itu, aku melambaikan tangan tanda perpisahan pada mereka, untuk pergi meninggalkan rumah. Ketika mataku memandang pada keadaan sekitar, aku merasa hidup ini indah. Indah dengan semua yang ada, yang sekarang melingkupi dan menemani.

Tetapi, jikala aku mengingat kalian wahai Papah-Mamah…aku menangis, aku sangat merindukan kalian. Seketika pipiku dibanjiri air mata. Hal ini semua menjadikan kenangan berikutnya yang terngiang-ngiang di kepala. Sehingga, bukan hanya wajah kedua sahabatku yang ada di angkasa, tapi juga wajah Papah dan Mamahku. Wajah kedua sahabat mengisi sudut langit Timur dan Barat, sedang Papah dan Mamah mengisi Utara dan Selatan, hingga luasnya langit malam yang membentang, terasa sempit dipenuhi wajah mereka berempat. Meskipun kutau mereka sebenarnya hanya ada di awang-awang pikiran.

There’s a river…of sorrow…running through my heart…

To the long night…I will follow…

The glimmer in the dark…

Lord you are…the Human Spark…

(Tuhan…jaga mereka semua untukku…mereka semua orang yang kusayangi dan selalu ada di hati, walaupun tak ada di sisi…kini…), do’aku menatap langit.

Kueratkan genggaman tangan, pada kalung yang kupegang. Kulekatkan kepalan, di dada yang berdetak kencang. Kenangan oh kenangan…