situs bandarq

Teraphy Sexual


Wanita itu selalu datang dengan kaos kasual dan celana jins ketatnya. Ibu itu walau sudah berusia sekitar 37 tahun masih terlihat sexy. Bodynya yang tidak lagi langsing tetap tidak dapat menyembunyikan jejak
kecantikannya di masa remaja. Bahkan dengan body yang semakin berisi tersebut,
justru semakin menonjolkan lekuk tubuh yang montok dan menggemaskan. Pak Mochtar
, lelaki berusia 60an tahun itu selalu menyembunyikan kekaguman seksualnya di
hadapan ibu setengah muda itu. Posisi dia sebagai seorang yang dipercaya
sebagai ahli terapi dituntut untuk menjaga keprofesionalannya di hadapan
pasien-pasiennya. Apalagi bu Yuli  ini
adalah salah seorang pasien yang direkomendasikan oleh ponakannya, sesama ahli
terapi yang dulu belajar ilmu dari dirinya. Ibu yang cantik itu adalah kawan
istri dari ponakannya itu. Dengan hubungan-hubungan itu, Pak Mochtar  jelas tidak mungkin mempunyai kesempatan untuk
melakukan tindakan tercela terhadap pasiennya tersebut. Jejak rekam Pak Mochtar
 sebagai seorang ahli terapi spiritual
termasuk berjalan mulus.
Tidak pernah sepanjang kariernya, dia melakukan tindakan
tidak terpuji. Walaupun sebenarnya, Pak Mochtar  pun tidak mengingkari bahwa beberapa kali dia
tergoda oleh beberapa pasien wanitanya. Pak Mochtar  sendiri bukan pria yang berkelakuan baik di
sepanjang hidupnya. Di masa muda, dia pun terkenal jago dalam menaklukan
perempuan. Namun karena usianya yang tidak lagi muda, dan kehidupannya yang
sempurna bersama istri dan anak-anaknya, lelaki tua itu kini lebih cenderung
menjadi family man. Walau demikian, setelah dia mulai dikenal sebagai ahli
terapi spiritual, dia banyak memiliki pasien dari berbagai kalangan, termasuk
ibu-ibu muda yang mendapat masalah keluarga. Dengan pasien-pasien semacam
itulah, Pak Mochtar  kerap tergoda untuk
melakukan tindakan terpuji. Namun sejauh ini dia berhasil menghindari
godaan-godaan tersebut.  Apalagi istrinya
adalah seorang yang setia dan sangat mempercayainya. Hampir tidak pernah sang
istri mencampuri kegiatannya dalam melakukan terapi. Walau terapi yang
dilakukannya menggunakan bentuk-bentuk pijatan dan Mochtar  urat, tetapi bagi wanita setia itu hanyalah
bagian dari resiko pekerjaan yang harus dilakukan suaminya. Demikian pula Pak Mochtar
 pun tidak pernah kedapatan melakukan
penyimpangan dari proses terapinya.
Tapi entah kenapa, di usia profesinya sebagai ahli terapi
setelah hampir sepuluh tahun, tiba-tiba Pak Mochtar  merasakan hal yang berbeda pada pasien yang
bernama Bu Yuli  ini. Seperti yang
diceritakan di awal, body Bu Yuli  memang
tidak seistimewa para artist sinetron, tetapi untuk ibu seusia dia, tubuh Bu Yuli
 termasuk istimewa. Tidak lagi langsing
tetapi justru bagi pria berpengalaman seperti Pak Mochtar , tubuh itu ideal
sebagai sebuah simbol sensualitas yang sebenarnya. Pak Mochtar  bahkan merasakan ada potensi sensual yang
besar dari wanita terhormat itu. Walau Bu Yuli  selalu berpakaian biasa, dengan kaos
kasualnya, tetapi kaos yang tidak begitu ketat itu tetap tidak dapat
menyembunyikan bungkahan besar kedua dadanya. Bungkahan yang walau tidak lagi
kencang membusung dan mulai sedikit menggantung, tetapi justru mengundang decak
kagum para pria karena montoknya. Payudara yang wajar untuk ibu ibu dengan dua
anaknya yang sudah beranjak remaja.
Satu hal lain yang menonjol dari ibu itu adalah bungkahan
pantatnya yang membulat dan kencang. Semua pria yang berpengalaman pasti tahu
akan potensi seksual dari ibu seperti Bu Yuli  ini. Pantat itulah yang selalu membuat Pak Mochtar
 menelan ludah. Bu Yuli  memang cenderung menggunakan pakaian yang
tidak terlalu ketat untuk menyembunyikan dadanya, tetapi untuk bagian bawah, Bu
Yuli  menyukai celana yang ketat yang
menampilkan lekukan pantat dan pahanya yang menggiurkan. Paha yang langsing itu
sangat serasi dengan pantatnya yang menggumpal ketat. Point lain yang menggoda
Pak Mochtar  adalah kulit mulus putih Bu Yuli
 yang terawat. Mungkin juga karena
biasanya pasiennya adalah wanita-wanita di sekitar kampungnya yang biasanya
tidak semulus dan seputih Bu Yuli , maka setiap kali menyentuh kulit ibu itu,
Pak Mochtar  tidak dapat menahan gejolak
birahinya. Memang Bu Yuli  adalah istri
seorang pegawai pemerintahan berpangkat lumayan. Sehingga dia selalu dapat
merawat tubuhnya dengan luluran dan makanan yang sehat. Pak Mochtar  masih ingat ketika pertama kali berjumpa
dengan wanita itu. Mulanya Bu Yuli  terlihat ragu untuk menjalani terapi.
Dia pergi ke Pak Mochtar  atas rekomendasi suami temannya, yaitu
keponakan Pak Mochtar  tadi. Keluhan
utama dari ibu itu adalah masalah perutnya dan masalah kegelisahan hatinya
terhadap suaminya. Pak Mochtar  tahu
bahwa masalah sakit perut wanita itu bisa jadi akibat dari stress pikirannya
karena kecurigaannya selalu pada suaminya. Tetapi sepanjang terapi, Bu Yuli  tidak bisa terus terang mengenai masalah
dengan suaminya, walau dia menyinggung tentang ketidaknyamanannya pada
aktivitas suaminya. Secara ringkas, Pak Mochtar  tahu bahwa Bu Yuli  curiga pada kesetiaan suaminya. Bagi Pak Mochtar
, informasi itu sudah cukup untuk mengurai persoalan Bu Yuli . Metode yang
dipakainya adalah relaksasi pada pasien baik secara mental maupun secara fisik.
Secara mental, Pak Mochtar  akan
membimbing pasien-pasiennya dengan bacaan doa dan secara fisik, dia akan menerapinya
dengan pijatan dan minuman herbal ramuannya sendiri.
Dengan sabar Pak Mochtar  mencoba untuk membuat Bu Yuli  nyaman dan mempercayainya, karena point
penting dari terapi spiritualnya adalah kepercayaan pasiennya pada dirinya.
Pelan-pelan Bu Yuli  semakin mempercayai
pria tua itu dan menjadi pasien favorit Pak Mochtar . Pak Mochtar  bahkan terang-terangan memperlakukan Bu Yuli  sebagai pasien istimewanya, karena khusus
untuk wanita itu, Pak Mochtar  selalu
menyempatkan diri menyediakan waktunya.   Biasanya Pak Mochtar  tidak terlalu ngoyo untuk menggarap pasiennya,
karena pekerjaannya sebagai ahli terapi hanyalah pekerjaan sambilan karena
diberkati bakat istimewa saja. Dia sendiri masih sering bekerja
sebagai seorang makelar barang antik yang sudah mulai jarang dilakukannya.
Karena Pak Mochtar  sudah cukup berumur
dan kelima anaknya pun sudah semuanya bekerja dan mandiri. Pak Mochtar  ingat, pertama kali Bu Yuli  datang ke rumahnya dengan berbaju biru lengan
panjang yang agak longgar. Baju itu berbahan halus dan lembut sehingga lekukan
kainnya menempel lembut pada badan wanita itu.
Pak Mochtar  ingat
sekali, walau pakaian itu adalah pakaian yang wajar dan sopan, namun tepat di
bagian dada, kain yang lembut itu membentuk lekukan yang indah. Kedua
tonjolannya nampak membusung dan di bagian tengahnya, kain itu meliuk ke bawah
mengikuti belahan dada montoknya. Pemandangan itulah yang selalu diingatnya.
Apalagi sepertinya, wanita itu menggunakan bh yang bagus sehingga dadanya yang
besar terlihat membusung menyedot perhatiannya. Kala itu Bu Yuli  diantar oleh ponakannya yang pernah
menerapinya sebentar, hanya pada pijatan-pijatan di leher dan lengan.
Ponakannya menyerahkan Bu Yuli  sebagai
pasien Pak Mochtar  karena melihat
permasalahannya cukup berat untuk dikerjakannya sendiri. Satu hal yang kurang
dari Bu Yuli  adalah sikap tubuhnya yang
cenderung agak membungkuk. Pak Mochtar  tahu sikap itu adalah karena ketidak pedean Bu
Yuli  pada dadanya yang besar. Sikap itu
wajar dan umum pada beberapa wanita dengan dada besar, mungkin karena malu atau
tidak percaya diri. Itulah yang justru akan diubah oleh Pak Mochtar .
Waktu itu dengan pelan dan pandangan sedikit tidak percaya,
Bu Yuli  menceritakan masalah sakit
perutnya yang sering kambuh dan emosinya yang tidak stabil, terutama saat-saat
sebelum dan semasa menstruasi. Bagi Pak Mochtar , masalah itu adalah problem
yang sering dihadapinya terutama pada ibu-ibu dengan hubungan yang tidak
terlalu baik dengan suaminya. Bu Yuli  masih tidak membuka diri pada semua
persoalannya, walau Pak Mochtar  sendiri
sudah dapat mendiagnosanya melalui kemampuannya membaca perasaan orang.
“Iya bu, saya mengerti. Terapinya nanti ada dua jenis bu.
Pertama terapi fisik, yang akan membantu ibu untuk rileks, dan yang kedua
adalah terapi spiritual” papar Pak Mochtar  pada Bu Yuli  waktu itu.
Bu Yuli  nampak masih
bimbang terutama pada terapi spiritual. Jelas hal tersebut karena latar
belakang dan lingkungan wanita itu, karena berasal dari kalangan terdidik yang
cenderung lebih percaya pada bentuk-bentuk pengobatan medis.
“Yang spiritual itu gimana, Om?” Bu Yuli  memanggilnya om karena mengikuti ponakannya
yang mengantarnya.
“Nanti biar Parjo  (ponakan Pak Mochtar ) ikut menjelaskan.
Intinya terapinya akan melalui bentuk bentuk spiritual, seperti doa, minum air
yang sudah saya kasih jampi-jampi, dan yang penting ibu yakin dengan proses
yang dijalani” jelas Pak Mochtar .
Bu Yuli  masih nampak
gelisah.
“Yang penting lainnya, adalah sikap pasrah bu. Pasrah itu
akan membantu mengendalikan emosi ibu”.
Penjelasan itu nampak masuk akal bagi Bu Yuli . Dalam nalar
terdidiknya, sugesti dan sikap percaya akan membantu menyelesaikan masalah
psikologis. Apalagi dulu dia juga pernah kuliah psikologi sebelum menikah
dengan suaminya. Bu Yuli  lalu memutuskan
untuk mencoba dulu terapinya. Pak Mochtar  menyembunyikan perasaan girangnya, karena
wanita cantik itu bersedia menjalani terapi. Untung dia tidak memperlihatkannya
dengan jelas, karena waktu itu Bu Yuli  masih diantar oleh ponakannya dan dia tidak
mau kelihatan begitu bernafsu pada wanita itu. Pada saat terapi itulah awal
dari godaan Pak Mochtar  yang
sesungguhnya.
Seperti biasa, dia menyilahkan pasiennya untuk berbaring di
dipan ruang terapinya. Bu Yuli  pun
menurutinya. Bukan main pemandangan yang dilihat Pak Mochtar . Wanita itu
berbaring di depannya dengan lurus, dan tepat di dadanya, gundukan itu semakin
terlihat jelas. Gundukan yang menonjol jelas karena ukurannya, dan tidak mampu
tertutupi oleh kain bajunya yang lembut dan tipis. Tanpa sengaja Pak Mochtar  menelan air liurnya. Pada awalnya dia memijat
lembut kedua tangan Bu Yuli . Pak Mochtar  kembali tercekat, merasakan lembutnya kulit
putih itu. Belum pernah dia merasakan sensasi kulit yang sangat lembut dari
sekian banyak pasiennya selama ini.
“Oh dasar aku ini ahli terapi kampung, biasanya punya pasien
mbok mbok bakul pasar”, pikirnya.
Bu Yuli  hanya diam
saja. Sesekali dia menjawab pertanyaan Pak Mochtar  di seputar keluhan kesehatannya.
“Hmm, memang bu, biasanya masalah emosi akan berpengaruh ke
masalah lambung”, jelas Pak Mochtar . Bu Yuli  mengangguk mengiyakan.
“Iya pak, setiap emosi saya naik, perut saya pasti
bermasalah”.Pak Mochtar  yang duduk di
samping dipan sambil mengurut tangan Bu Yuli  kembali menjelaskan hal-hal masalah
pengendalian emosi,
“yang penting ibu rileks dulu, terapi fisik ini untuk
membantu ibu rileks. Makanya ibu kalau bisa jangan terlalu tegang. Santai saja
bu, gak usah takut sama saya”.
“Lho siapa yang takut Om?”
“Ya siapa tahu ibu gak percaya sama saya. Padahal untuk
dapat menerima energi saya, kita harus saling percaya bu” jelas Pak Mochtar .
“Saya percaya kok Om. Parjo  juga sudah cerita tentang Om. Cuma mungkin
masih perlu adaptasi dengan terapi ini”.
“Baguslah bu, gimana pijatan saya, terlalu keras?”
“Gak Om. Enak kok”, jawab Bu Yuli  nampak mulai lebih santai.
Pak Mochtar  lalu
berpindah ke tangan yang lain. Dia mengurut wanita itu dari telapak tangan
hingga ke lengannya. Semua inci dari kulit wanita itu begitu lembutnya. Tak
henti-henti Pak Mochtar  memuji dalam
hati kepandaian wanita itu dalam merawat diri. Setelah beberapa saat, Pak Mochtar
 mulai mengurut bagian kaki. Sayangnya Bu
Yuli  mengenakan celana jins ketat
sehingga Pak Mochtar  tidak dapat
mengurutnya dengan keras.
“Bu, maaf, besok lagi kalau ke sini bawa celana pendek atau
celana agak lemas kainnya. Kalau diurut dengan celana jins yang keras justru
tidak baik untuk kesehatan”, jelasnya.
“Iya Om, tadi soalnya belum bersiap untuk terapi”.
Di bagian ini, Pak Mochtar  tidak lama melakukan pijatan. Tetapi dia
sempat mengagumi bagian lain yang indah dari wanita itu. Gundukan pantat
montoknya sangat mengundang hasrat lelaki itu. Kala itu Bu Yuli  terbaring telungkup, sehingga Pak Mochtar  leluasa mengagumi bungkahan pantat itu.
Sensasi itu luar biasa bagi Pak Mochtar , karena selama puluhan tahun dia sudah
tidak merasakan perasaan seperti ini. Selama ini dia paling hanya sedikit
tergoda, dan pikirannya pun tidak pernah semesum ini. Dalam hati
dia menyalahkan pikiran nakalnya karena dia adalah orang tua yang dihormati di
kampung karena kemampuan spiritualnya. Baru kali inilah dirinya seperti remaja
kembali yang dengan malu-malu menyentuh dan mengagumi cewek idamannya.
Selanjutnya Pak Mochtar  menyilahkan Bu Yuli
 untuk duduk bersila. Dia lalu ikut naik
ke dipan dan duduk di belakang wanita itu.
“Sekarang saya hendak menyalurkan energi ke punggung Ibu”,
katanya. Bu Yuli  hanya mengangguk.
“Tolong ibu jangan membungkuk. Usahakan rileks dan
konsentrasi pada getaran yang saya transfer”.
Bu Yuli  menurut.
Dibusungkannya dadanya, sesuatu yang jarang dilakukannya. Di belakangnya,
lelaki tua itu menempelkan kedua telapak tangannya ke punggungnya. Tangan itu
terasa hangat. Perlahan tapi pasti, Bu Yuli  merasakan seuatu serupa getaran melewati
punggungnya. Hangat dan menenangkan. Tetapi Pak Mochtar  merasakan sesuatu yang lain. Di tengah
konsentrasinya menyalurkan energi, Pak Mochtar  dapat melihat gundukan dada wanita itu semakin
menonjol karena posisinya yang membusung. Apalagi tepat di mukanya, leher
bagian belakang wanita itu nampak sangat halus dan harum. Mati-matian Pak Mochtar
 berusaha menepis perasaan mesumnya
mengingat posisinya sebagai ahli terapi.
“Gimana Bu? Apakah terasa nyaman?”
“Hm, iya Om. Kok bisa Om?” tanya Bu Yuli  heran.
“Ini namanya terapi energi. Sekarang kosongkan pikiran, saya
hendak menyalurkannya sampai selesai” Terapi seperti itu menyita energi dalam
Pak Mochtar . Beberapa saat kemudian, dia sudah kelelahan dan menyudahi terapinya.
Bu Yuli  nampak senang dan mengalami
sedikit kemajuan.
“Sudah bu. Kalau mau, kita lanjutkan minggu depan, Bu”, kata
Pak Mochtar  setelah merapalkan doanya.
“Makasih sekali, Om”. Sore itu terapi berjalan lancar dan
setelah ponakannya dan Bu Yuli  pergi Pak
Mochtar  menghela nafas dan memikirkan
kembali apa yang baru saja terjadi. Baginya peristiwa siang itu membuatnya
kembali seperti remaja. Wanita itu membuatnya mabuk kepayang seperti remaja
kembali. Bahkan malamnya, dia tidak dapat berhenti memikirkan lembutnya kulit
wanita itu. Wajah cantiknya, dan tubuh montoknya.
*******
Pagi esoknya, Pak Mochtar  mendapati kembali apa yang sudah lama tidak
dirasakannya, yaitu ereksi pagi hari yang amat sangat. Ketika dia bangun,
istrinya sudah beranjak ke pasar, sementara dirinya terbaring dengan perasaan
aneh. Sudah lama dia tidak merasakan ketegangan yang sangat seperti pagi itu.
Dibiarkannya sebentar batangnya sambil duduk di kasur, menunggu sampai batang
itu mereda, namun sekian lama, tidak juga birahinya mereda. Dia lalu menuju
kamar mandi. Di kamar mandipun, setelah diguyur dengan air dingin, penisnya
tetap tegang luar biasa. Pak Mochtar  merasa heran, darimana perasaan itu muncul
kembali. Hanya karena seorang pasien yang menarik hatinya, dia kembali seperti
remaja yang dilanda puber.
Setelah beberapa saat penisnya tidak ada perubahan, Pak Mochtar
 memutuskan membiarkan batang itu tegang.
Dipakainya kembali kolornya walau terasa aneh karena mengganjal di
selangkangannya. Sengaja dia tidak mengenakan cd, karena berharap ketegangannya
dapat turun sendiri. Dia lalu menuju ke meja makan. Di situ sudah tersedia kopi
panas seperti biasa, dan beberapa cemilan jajan pasar kesukaannya. Biasanya
istrinya atau menantunya yang menyediakan segala jamuan itu. Tiba-tiba dia
ingat menantunya, seorang wanita muda berusia 26 tahun yang tinggal bersama dia
dan istrinya.
Menantunya itu seorang wanita yang setia pada keluarga dan
merelakan tinggal bersama mereka karena istri Pak Mochtar  tidak rela ditinggal oleh semua anaknya. Anak
bungsunya sendiri, yaitu suami menantu mereka itu, setiap hari pergi ke
kantornya, sedang sang menantu tinggal di rumah mengurusi urusan rumah tangga. Muning
, nama menantunya itu ternyata sedang menjemur pakaian di belakang rumah. Pak Mochtar
 tiba-tiba berpikiran aneh. Di tengah
posisi penisnya yang masih tegang, tiba-tiba dia ingin melihat bagaimana
menantunya sekarang. Seperti apa pakaiannya. Dalam ingatannya selama ini,
menantunya itu memiliki tubuh yang seksi
walaupun sudah beranak satu. Selama ini, Pak Mochtar  tidak pernah berpikir mengenai sang menantu
itu sebagai objek seksual.
Saat ini Muning  juga
sedang mengandung anaknya yang kedua, setelah berjarak 5 tahun dengan anak yang
pertama. Anak mereka yang pertama sudah sekolah di tk tidak jauh dari rumah Pak
Mochtar . Setelah menghirup kopi dan menyantap beberapa jajanan, Pak Mochtar  menyeret tubuhnya ke belakang. Benar saja, di
sana, Muning  sang menantu sedang
menjemur pakaian. Seperti yang selama ini biasa dilihatnya, Muning  mengenakan daster lengan pendek dengan bawahan
hingga ke lututnya. Tidak seperti biasanya, di tengah birahinya di pagi hari,
Pak Mochtar  tiba-tiba berubah melihat
perempuan muda yang sudah biasa dilihatnya itu. Pemandangan yang biasa itu
sekarang menjadi pemandangan yang menggoda di matanya. Di halaman
belakang, Muning  mengenakan daster
lengan pendek, di mana payudaranya menonjol besar, pantat menggelembung dan
perut yang mulai membusung karena kehamilan di atas 7 bulan. Di teras belakang
diam-diam Pak Mochtar  mengagumi tubuh
menantunya, walau tidak sesingset body Yuli .
Jelas tubuh wanita itu semakin membengkak karena
kehamilannya, termasuk bagian pantat dan dadanya, namun sex appealnya tetap ada
dan hampir pasti tubuh Muning  akan
kembali ke bentuk semula yang indah itu setelah melahirkan nanti. Ia memang
pandai merawat tubuh dan rutin berolah raga sehingga dulu seusai melahirkan
yang pertama pun bentuk tubuhnya pulih dengan relatif cepat. Sial bagi Pak Mochtar
, penisnya semakin menegang tanpa kompromi. Ujung penisnya berdenyut-denyut.
Tanpa sadar dia meraba kolornya dan mengurut penisnya dari luar celananya. Muning
 masih tidak sadar diawasi oleh tatapan
binal mertuanya, karena posisinya sedang membelakangi Pak Mochtar . Sial bagi
Pak Mochtar , karena terlalu sibuk memandangi menantunya, tanpa sadar kakinya
menabrak kaleng bekas biskuit yang sering dijadikan mainan anaknya. Klontang!
Bunyi yang keras itu mengagetkan kedua insan itu. Pak Mochtar  gugup dan memegang selangkangannya takut
menantunya melihatnya.
Muning  menoleh kaget,
dan bertanya kawatir, “ada apa, Pak?”
“Eh, gak papa Mi”, katanya dan secara spontan dia
membalikkan badan hendak masuk kembali ke rumah. Sialnya dia tidak melihat
batang kain pel yang disandarkan di dekat pintu. Kakinya terantuk batang itu
dan karena gugup dia terjembab ke belakang. “Aduh!”
“Awas Pak!”, teriak Muning  ambil lari mengejar mertuanya.
Muning  sangat kawatir
melihat mertuanya jatuh terkapar. Segera dihampirinya dan dipegangnya punggung
mertuanya itu.
Pak Mochtar  meringis
kesakitan. “Gimana Pak? Sakit sekali?”, tanya Muning  panik.
“Gak papa, Mi. Cuma kaget saja..” kata Pak Mochtar  menenangkan. Hanya pantatnya yang sedikit
sakit. “Sini Pak, saya bantu berdiri, hati hatii…” kata Muning  sambil menopang punggung lelaki itu.
Pak Mochtar  berdiri
dengan dibantu Muning . “Gak papa kok, Mi”, katanya.
“Sini, saya bantuin masuk ke dalam, Pak”.
Waktu berdiri itulah Pak Mochtar  kembali didera malu yang sangat. Dari balik
kolornya tonjolan batang itu nampak sangat jelas dan tepat di depan menantunya
yang montok. Jelas Muning  melihat tonjolan
itu.  Muning  pun jelas kaget. Mertuanya yang sangat
dihormatinya itu entah kenapa sedang didera birahi. Tapi Muning  pura-pura tidak memperhatikan tonjolan itu.
Dia dengan telaten menopang punggung Pak Mochtar  dan membimbingnya masuk ke rumah. Sambil berjalan
tertatih Pak Mochtar  menyembunyikan
mukanya dari pandangan Muning .
Jelas menantunya melihat ereksinya. Tapi berdekatan dengan
perempuan montok itu, Pak Mochtar  kembali tidak dapat menahan birahinya. Pak Mochtar
 dapat merasakan tekanan payudara Muning  di punggungnya. Payudara itu sepertinya tidak
mengenakan bh, mungkin karena faktor kehamilan dan bengkaknya kelenjar susunya.
Penisnya saat ini malah semakin tegang, walau pantatnya agak ngilu karena jatuh
tadi. Tanpa sengaja tangannya meraih pinggang Muning  sekalgus sebagai penopang tubuhnya yang
limbung. Muning  membiarkan tangan itu
karena kondisi mertuanya yang baru saja terjatuh. Perjalanan dari teras
belakang ke sofa di ruang tengah seperti perjalanan yang tiada akhir bagi Pak Mochtar
.  Sampai di sofa ruang tengah, Muning  membantu mertuanya duduk.
“Pak, kakinya diluruskan dulu. Yang sakit mana Pak?”
tanyanya dengan berusaha tenang.
“Ya pantatnya ini, Mi. Tapi gak begitu kok. Tolong ambilkan
saja minyak urut di kamar depan Mi”.
Muning  berlari ke
kamar mertuanya. Kesempatan itu digunakan oleh Pak Mochtar  untuk membetulkan letak penisnya. Batang yang
tegang itu susah untuk disembunyikan dibalik kolor tanpa cd nya. Di tengah
sibuknya menyembunyikan ketegangannya, Muning  kembali dengan membawa minyak urut. Pak Mochtar
 segera memindahkan tangannya, walau
sekilas Muning  sempat melihat aktivitas
itu.

“Sini, Pak. Mana yang sakit?” tanyanya sambil bersimpuh di
depan Pak Mochtar .
“Udah Mi, biar Pak sendiri”.
“Gak usah, Pak, sini, biar Mimi”. kata Muning  memaksa.
Pak Mochtar  menurut
dan dia menunjuk bagian belakang pantatnya. Muning  menarik pantat itu sehingga Pak Mochtar  sekarang duduk miring di sofa dengan bagian
kanan pantatnya ke atas. Dengan tenang Muning  melorotkan kolor mertuanya sedikit. Pak Mochtar
 tercekat. Jelas dia kawatir penisnya
terlihat dari belakang. Dengan tenang Muning  membubuhkan minyak ke pantatnya bagian atas,
dan menggosok-gosoknya.  Tangan wanita
itu seperti mengandung listrik bagi Pak Mochtar  yang sedang dilanda birahi. Nafasnya terengah,
tapi dia membiarkan wanita itu mengurut pantatnya. Posisi itu tidak membuat Muning
 leluasa mengurut pantat mertuanya.
“Pak, bisa tengkurap gak?”
“Hmm, wah, gak usah Mi”, kata Pak Mochtar  gelagepan. Muning  pun tahu masalahnya.
“Gini aja Pak, nungging aja, biar saya urut dari belakang”
Pak Mochtar  menurut. Muning
 menurunkan kembali kolornya hingga semua
pantat mertuanya terekspos keluar. Karena ditarik dengan keras, penis Pak Mochtar
 ikut terurai keluar dari kolornya. Pak Mochtar
 sudah tidak dapat lagi menahan sensasi
yang dirasakannya. Dibiarkannya penis itu keluar dan menggantung kaku di
selangkangannya. Sementara menantunya mengurut pantatnya dari belakang. Muning  mengurut mertuanya dari pinggang hingga pantat
bagian bawah. Dalam posisinya itu, dia dapat melihat testis mertuanya yang
menggantung. Tetapi dia belum bisa melihat penis lelaki itu. Entah kenapa, dia
penasaran untuk melihat seperti apa penis mertuanya itu. Dengan seolah-olah
tidak sengaja, sambil memijit Muning  melongokkan kepalanya sedikit ke samping
melihat ke bagian depan selangkangan mertuanya.
“Gimana, Pak? Masih sakit?” tanyanya sambil mengurut.
“Udah mendingan, Mi”, dalam pikiran Pak Mochtar  justru tangan wanita itu yang menjadi
masalahnya.
Tangan yang seperti menyetrumnya dan mengalirkan sensasi
luar biasa. Penisnya semakin menegang. Muning  bergetar hebat ketika sekilas dia dapat
melihat batang penis mertuanya yang menggantung di selangkangannya. Penis itu
panjang dan berurat, beda dengan milik suaminya yang agak pendek dan bulet
mulus. Penis mertuanya nampak keras dan berurat-urat mengerikan. Itulah pertama
kali Muning  melihat penis lain selain
milik suaminya. Debaran jantung Muning  semakin mengeras. Penis itu begitu besar dan
panjang di matanya. Berbentuk kasar dan kuat. Seperti belalai yang sedang kaku
mengantung di depan selangkangan mertuanya. Tangan Muning  menjadi gemetar. Tanpa sadar cairan
kewanitaannya mengucur dari liang rahimnya. Pak Mochtar  sangat tahu, bahwa perempuan hamil pada
usia-usia akhir cenderung untuk selalu horny. Dia berpikir, mungkinkah Muning  menantunya itu juga horny melihat
penisnya?  Penasaran dengan reaksinya
menantunya, Pak Mochtar  nekat
membalikkan tubuhnya. Pikir Muning , mungkin mertuanya capek dalam posisi
nungging begitu, maka dia membiarkan Pak Mochtar  merubah posisinya.
Alangkah kagetnya Muning , ketika mertuanya itu dengan
tenang duduk dengan tetap membiarkan kolornya terbuka. Sebatang penis kaku dan
panjang menjulur dari selangkangannya dan mencuat ke atas menyentuh perut
lelaki tua itu. Muning  membelalak diam,
bingung untuk bersikap. Di depannya mertuanya sendiri duduk dengan penis
mencuat ke atas sambil menatapnya.
“Ppppakk…” katanya akhirnya.
“Kenapa, Mi?” tanya Pak Mochtar .
“Mmm….” Muning  semakin bingung.
Sementara sedari tadi lubang kewanitaannya sudah membasah.
Memang sejak kehamilannya semakin menua, Muning  semakin sering horny. Hampir setiap malam dia
menagih suaminya untuk disenggamai, namun karena suaminya sibuk, dia hanya bisa
memberi setidaknya seminggu tiga kali. Kali ini di depannya sebatang penis
tersedia, sayangnya penis itu milik mertua yang dihormatinya.
“Bapak kenapa itunya…?” tanya Muning  tanpa sadar.
“Gak tahu kenapa ini, Mi. Sejak melihatmu dari tadi
tiba-tiba kok jadi seperti ini”, kata Pak Mochtar  gemetar sambil membiarkan penisnya
melonjak-lonjak dari selangkangannya.
Selagi Muning  merasa
kikuk berhadapan dengan mertuanya, tiba-tiba terdengar suara motor menderu di
halaman rumah. Cepat cepat Pak Mochtar  menaikkan celana kolornya, sedang Muning  langsung berdiri dan bergegas ke belakang. Ibu
mertuanya perlahan mendekat masuk ke rumah, sedang Muning  sudah berada di dapur meneruskan pekerjaannya.
Dari belakang didengarnya kedua mertuanya bercakap tentang cedera pinggang
bapak mertuanya. Muning  belum mampu
meredakan debar jantungnya, dan masih grogi untuk bergabung dengan kedua orang
tua itu.
Sementara itu celana dalam perempuan itu sudah sangat basah.
Muning  bergegas ke kamar mandi untuk
melepas cdnya. Sebentar lagi dia harus menjemput anaknya dari sekolah.
Nampaknya kamar mandi menjadi ruang yang tepat untuk menghindari perjumpaan
dengan kedua mertuanya. Sialnya Muning  lupa membawa cd ganti. Berhubung buru-buru
untuk menjemput anaknya, maka Muning  meninggalkan kamar mandi tanpa mengenakan cd
dan segera keluar lewat pintu belakang menuju sekolah anaknya yang tidak jauh
dari rumah itu. Setelah menantunya pergi menjemput anaknya, Pak Mochtar  menggunakan kamar mandi. Semenjak kaget dengan
kehadiran istrinya, penisnya sudah bersikap normal dan berada dalam ukuran
sewajarnya.
Tetapi di kamar mandi tiba-tiba Pak Mochtar  melihat onggokan pakaian kotor bekas dipakai
menantunya dalam ember. Penisnya yang belum sempat terpuaskan langsung kembali
mencuat ke atas. Dengan gemetar, Pak Mochtar  mengambil cd menantunya itu. Nampak jelas di
bekas bagian selangkangan cd itu basah kuyup bekas cairan kewanitaan Muning .
Pak Mochtar  menciumi cd itu dengan penuh
birahi. Gairahnya harus dituntaskan. Maka dengan cepat, dia membungkus penisnya
dengan cd wanita itu. Dikocoknya batang kerasnya dengan cd itu. Beberapa saat
kemudian tumpahlah cairan kenikmatannya memenuhi cd mungil itu. Pak Mochtar  mengerang lalu meredakan deru nafasnya
menikmati orgasmenya bersama cd menantunya. Setelah nafasnya reda, cepat cepat
Pak Mochtar  menaruh kembali cd itu ke
dalam ember dan membasuh badannya. Perasaan bersalah tiba-tiba mendera dirinya
karena menjadikan birahi pada menantunya sendiri.
*******
Siangnya, di kamar mandi Muning  terpana mendapati cdnya penuh cairan kental.
Jantungnya berdebar keras membayangkan apa yang dilakukan oleh Bapak mertuanya.
Jelas lelaki itu menjadikan dirinya sebagai objek fantasi seksual, sesuatu yang
tidak pernah diduga sebelumnya. Bagi Muning , selama ini mertuanya itu lelaki
terhormat yang sudah dianggap seperti bapak kandungnya sendiri. Sejauh yang dia
ingat, lelaki itu tidak pernah melihatnya dengan nakal. Baginya, lelaki itu
sudah tua dan tidak mungkin berpikir yang bukan bukan padanya.
Itulah yang membuat selama ini Muning  tidak terlalu memikirkan pakaian yang
dikenakannya selama berada di rumah. Dia terbiasa memakai pakaian asal nyaman,
seperti daster tipis pendek, atau bahkan celana ketat dari bahan kaos semacam
legging pendek. Untuk bagian atas, sudah agak beberapa lama Muning  melepas bh nya karena kehamilannya yang
membuat susunya membengkak dan tidak nyaman mengenakan bh. Semua bh nya menjadi
sempit dan dia hanya mempunyai satu buah bh menyusui yang besar. Sejak kejadian
itu Muning  berusaha menghindari bapak
mertuanya itu. Demikian juga Pak Mochtar , dia pun canggung untuk berduaan
dengan Muning . Perasaan bersalah karena menjadikan menantunya sebagai objek
seksual membuatnya salah tingkah berhadapan dengan wanita itu.
Mereka menjadi jarang bertatap muka, apalagi Muning  yang selalu berusaha menghindari tatapan mata
lelaki tua itu. Walau canggung dan agak kesal dirinya dijadikan objek seksual
oleh mertua yang dianggapnya seperti ayah sendiri itu, Muning  pada akhirnya selalu bertanya-tanya ada apa
dengan tubuhnya. Kenapa tiba-tiba mertuanya bernafsu pada dirinya. Muning  menjadi sering menatap tubuhnya dalam cermin.
Di muka cermin, dia mendapati tubuhnya biasa saja. Paling-paling hanya tambah
berisi karena kehamilannya. Memang payudara semakin membengkak, tapi itu khan
hal yang biasa bagi ibu hamil. Peristiwa itu membuatnya lama-lama mengagumi
tubuhnya sendiri. Dia mendapati pantatnya yang sekal dan montok menggelembung.
Pinggangnya yang masih membentuk lekuk walau perutnya mulai membusung.
Pertanyaan-pertanyaan itu tidak bisa terjawab oleh Muning .
Hanya saja, dia merasa lega, setelah kejadian itu, dia tidak
pernah mengalami lagi kejadian sejenis. Walau kadang-kadang dengan sengaja dia
meninggalkan cd nya sebelum bapak mertuanya itu mandi. Tapi selama seminggu
itu, dirinya tidak pernah mendapati kembali bercak sperma mertuanya di pakaian
dalamnya itu. Muning  lalu berpikir bahwa
mungkin saat itu kebetulan saja mertuanya sedang birahi dan kebetulan hanya ada
cdnya yang dapat digunakan untuk membantu menuntaskan hasratnya. Diam-diam Muning
 merasa lega dengan kesimpulannya sendiri
itu. Pak Mochtar  memang merasa menyesal
atas tindakannya pada menantunya sendiri. Dia merasa malu bukan main, justru
setelah hasratnya tertuntaskan lewat cd milik Muning . Setelah itu pikiran Pak Mochtar
 cukup kacau. Dia bingung dengan apa yang
telah dilakukannya sendiri.
********
Beberapa hari kemudian, Parjo , keponakan sekaligus muridnya
itu datang bersama istrinya. Pak Mochtar  memang sangat dekat dengan keponakannya itu,
walau keduanya pernah punya masalah. Pak Mochtar  tidak terlalu suka dengan watak ponakannya
itu. Walaupun berbakat dalam meneruskan ilmu terapinya, namun Parjo  cenderung tidak bisa dipercaya terutama pada
nafsunya terhadap perempuan. Pak Mochtar  pernah memarahi Parjo  karena berselingkuh dengan salah satu
pasiennya. Untung saja istri Parjo  tidak
sampai tahu persitiwa itu, tetapi sejak itu Pak Mochtar  selalu berhati-hati mengontrol ponakannya itu.
Untung dia tidak menggarap Bu Yuli , pikir Pak Mochtar ,
mungkin juga Parjo  tidak enak karena Bu Yuli
 itu teman dekat istrinya sendiri.
Seperti biasa mereka bercakap-cakap di ruang tamu. Walau kurang senang dengan
wataknya, tetapi Pak Mochtar  selalu
membutuhkan ponakannya itu, karena pengetahuan dan pengalamannya yang luas. Parjo
 memang seorang pekerja yang rajin,
pemborong bangunan yang mempunyai banyak relasi. Selalu saja Parjo  mempunyai bahan pembicaraan dan
kemungkinan-kemungkinan pekerjaan baru. Banyak pasien Pak Mochtar  berasal dari relasi Parjo . Mereka lalu
membicarakan tentang Bu Yuli , walau cuma sekilas. Istri Parjo lah yang
menanyakan perihal Bu Yuli .
“Om, gimana terapinya jeng Yuli ?”
Pak Mochtar  berusaha
bersikap biasa, walau dirinya berdebar karena mempunyai pikiran yang nakal
terhadap Bu Yuli .
“Ya kondisinya masih harus pelan-pelan mengurainya. Aku
tertarik untuk mengerjakan masalah Bu Yuli  ini dengan serius. Hanya saja sepertinya dia
harus dilatih untuk yakin dengan terapi ini”.
“Gimana maksudnya, Om?”, tanya istri Parjo  lagi.
“Gini, kemarin khan dia diantar oleh Parjo . Coba terapi
besok usahakan dia datang sendiri. Itu penting untuk meneguhkan niatnya dalam
melakukan terapi ini. Masalahnya menurutku cukup berat, Nin”, jawab Pak Mochtar
 pada istri Parjo . Nama istri Parjo  itu adalah Anin. Umurnya sedikit dibawah Bu
Susi.
“Oh gitu Om. Oke deh, nanti saya sampaikan sama dia”, jawab
Anin.
******
Sore itu Muning  sedang bersantai dengan suaminya di ruang
tengah, ketika Anin mengirim sms ke hpnya.
“jeng, besok jadi terapi ke Om Pak Mochtar ? beliau
menganjurkan untuk jeng datang sendiri karena niatnya penting” Yuli  baru menyadari janjinya dengan lelaki tua itu.
Segera dijawabnya sms Anin: “ok bu. makasih banget”. Lalu dia berkata pada
suaminya,
“Mas, besok aku terapi di tempat omnya Anin”. Suaminya hanya
melihat sebentar lalu kembali menonton tivi, sambil bertanya,
“terapi apa Tam?”
“Lambungku. Aku ke sana sendiri kok, siang”
“O ya sudah,soalnya aku juga besok ada rapat sampai sore
hari”
********
Hanya dengan memikirkan kedatangan Yuli  nanti sore membuat hati Pak Mochtar  berbunga-bunga. Hari itu Muning  menantunya melihatnya begitu riang. Sejak pagi
lelaki tua itu sudah mandi dan bersiul-siul riang. Bahkan seharian Pak Mochtar  mertuanya itu bermain dengan cucunya dengan
gembira. Muning  juga diam-diam
memperhatikan mertuanya itu berdandan agak berlebihan siang itu. Dia melihat
mertuanya itu bercermin cukup lama, sambil bersenandung. Sorenya, Pak Mochtar  bagai mendapat durian runtuh. Yuli  yang dirindukannya datang sendiri dengan
mengenakan kaos kasual biasa dan celana ketat untuk senam. Kedatangan wanita
itu merubah semua suasana hati Pak Mochtar.
Dengan antusias lelaki itu menyilakan Yuli  ke ruang terapinya, dan menggarapnya secara
serius. Kali ini dia dapat memijat kaki Yuli  lebih lama dan nyaman karena tidak mengenakan
celana jins. Bahkan Pak Mochtar  sedikit
agak terlalu lama mengerjakan bagian pantat. Percakapan mereka mulai lebih
cair. Dengan kesabaran dan pengalamannya, Pak Mochtar  mampu membuat Yuli  lebih terbuka dan rileks dengan percakapan
mereka.  Nampaknya Yuli  mulai lebih mempercayai lelaki itu. Yuli  merasakan dampak yang positif dari terapi yang
dijalaninya seminggu lalu. Selama satu jam kemudian, terapi selesai dan Pak Mochtar
 memberikan dua botol air yang sudah
diberi doa pada Yuli . Satu botol untuk diminum, dan sebotol yang lain untuk
dibuang ke halaman belakang rumah Yuli . Yuli  menerima air bermantra itu dengan yakin.
Keyakinannya didasari oleh reaksi tubuhnya yang semakin nyaman setelah
menjalani dua kali terapi. Bahkan mereka akhirnya bertukar nomer hp untuk
komunikasi lebih lanjut.
#########################
Muning  akhirnya tahu
apa penyebab berubahnya sikap mertuanya. Setelah kunjungan pasien wanita kota
yang cantik itu, mertuanya kembali blingsatan dan matanya selalu mengikuti ke
mana tubuh Muning  melangkah. Muning  tiba tiba sadar, bahwa sang mertua sepertinya
birahi pada pasiennya itu dan membutuhkan pelampiasan pada tubuhnya, tubuh
menantunya sendiri. Keyakinannya itu semakin kuat setelah didapatinya kembali
cdnya berlumuran sperma di sore hari tepat setelah kedatangan pasien
istimewanya itu. Fakta itu membuatnya kesal, karena ternyata dirinya hanyalah
pelampiasan dari gairah lelaki itu pada perempuan lain. Kekesalan yang
dipendamnya karena hanya dirinyalah yang mengerti kejadian itu.
Muning  semakin kesal
pada mertuanya, ketika akhirnya sang mertua merubah jadwal pertemuan dengan ibu
cantik itu. Yuli  diminta untuk datang
lebih sering ke rumah Pak Mochtar  karena
terapinya membutuhkan perlakuan khusus, yang menurut Pak Mochtar  sendiri karena masalahnya yang unik dan berat.
Muning  kesal, karena dia menyadari
hasrat lain dari keputusan mertuanya itu. Sejak saat itu, Yuli  diterapi oleh Pak Mochtar  setiap minggu dua kali. Yuli  sendiri menerima keputusan itu, karena dia
juga merasa semakin percaya dengan kapasitas Pak Mochtar .  Muning  selalu mencoba mencuri-curi pandangan ketika
mertuanya sedang menggarap Yuli . Sejauh ini dia melihat apa yang dilakukan
mertuanya masih wajar seperti biasanya dia melakukan terapi. Hanya saja, Muning
 merasa perhatian mertuanya itu pada Yuli
 sangat berlebihan. Muning  semakin sering melihat mertuanya berkirim sms
ke seseorang, yang dia curigai bu Yuli  itu. Suatu saat Muning  menemukan hp mertuanya tergeletak di meja. Muning
 cepat cepat melihat-lihat catatan SMS
dari hp Pak Mochtar .
Di situ terlihat begitu banyak kiriman sms pada wanita kota
itu. Bahkan beberapa kalimat mencerminkan kemesraan lebih pada wanita itu walau
tidak nampak menonjol. Misalnya Pak Mochtar  menyelipkan kata-kata “pinter”, “cantik”,
bahkan “sayang” pada smsnya. Walaupun demikian, pembicaraan mereka masih
sebatas proses terapi seperti nasehat Pak Mochtar  pada apa yang perlu dilakukan dan apa yang
tidak perlu dilakukan. Yang menarik perhatiannya adalah sms Pak Mochtar  yang menganjurkan Yuli  untuk “menegakkan punggung”nya, untuk menambah
percaya dirinya. Muning  tahu arah
pembicaraan mertuanya itu. Dia tahu bahwa Yuli , wanita kota itu mempunyai dada
yang montok dan sintal serta mengkal dan kencang padat. Dengan menegakkan
punggung, maka dadanya akan semakin mencuat ke atas dan membentuk pemandangan
yang membuat liur laki laki banjir.
####################
Tiba tiba Muning  sering menjadi sasaran “salah sentuh”
mertuanya. Pada saat Pak Mochtar  meminta
cucunya untuk digendong, dia akan dengan tanpa sengaja menggesek payudara Muning
. Pada saat Muning  mencuci piring di
wastafel, tiba-tiba Pak Mochtar  seolah
mencari-cari benda di bufet atas sambil menyenggolkan selangkangannya di pantat
Muning . Pada saat mereka bertemu di koridor rumah, Pak Mochtar  akan “tanpa sengaja” menyenggol lengan dan
bahkan dada Muning . Mulanya Muning  membiarkan saja tingkah mertuanya. Lama-lama
karena kesal dia memutuskan untuk menggoda mertuanya itu. Herannya meskipun
kesal, Muning  justru merasakan birahi
ketika bersentuhan dengan mertuanya. Mungkin karena dampak dari kehamilannya
dan mudah basahnya lubang kewanitaannya. Pada akhirnya Muning  justru ingin memanfaatkan birahi mertuanya
pada Bu Yuli  untuk menuntaskan hasratnya
sendiri pada penis mertuanya itu yang panjang dan keras. Muning  semakin penasaran dengan tingkah laku
mertuanya itu.
Dia bertanya-tanya seberapa berani laki laki tua itu
menggarap pasiennya. Beberapa kali dengan pura-pura sibuk di dapur, Muning  diam-diam berbalik menunggu di balik jendela
ruang terapi mertuanya. Beberapa pertemuan hanya terapi-terapi biasa. Diam-diam
Muning  justru berharap mertuanya itu
melakukan sesuatu yang nakal pada Bu Yuli . Hingga pada suatu siang, Muning  menemukan pemandangan “yang diharapkannya”. Di
dipan terapi Yuli  nampak berbaring
telungkup biasa. Tapi di sampingnya, mertuanya mengurut kaki dengan meletakkan
betis Bu Yuli  di pahanya. Dengan cara
itu kaki Bu Yuli  tepat berada di
selangkangan Pak Mochtar . Yang membuat mata Muning  terbelalak adalah penis mertuanya itu
dibiarkan mencuat keluar dari lobang kolornya dan menyentuh tepat pada telapak
kaki lembut pasiennya. Pemandangan itu membuat Muning  merasa birahi dan membasahkan lobang
vaginanya. Hingga pada suatu saat, Muning  sempat mencuri lihat sms mertuanya pada Bu Yuli
.
“Pinter sayang. Besok jangan lupa ya. Gak usah bawa apa apa.
Pake minyak wangi yang kemarin. Sama celana senam itu, kalau bisa kaosnya yang
warna kuning itu”.
#######################
Besok siangnya, Muning  semakin penasaran dan bernafsu melihat tingkah
mertuanya. Saat itu mertuanya ikut duduk di dipan terapi di samping kepala Bu Yuli
. Dengan lagak wajar, Pak Mochtar  mengurut lengan Bu Yuli . Yang tidak wajar
adalah, Pak Mochtar  membiarkan penisnya
keluar dari kolor kumalnya dan tepat berada di depan muka Bu Yuli . Pemandangan
itu bagi Muning  sangat seksi karena
walau posisi muka bu Yuli  tepat di depan
penis mertuanya, tetapi ibu cantik itu diam saja dan hanya menatap lekat-lekat
pada batang yang mencuat tegang itu. Sampai akhir terapi tidak terjadi kejadian
yang lebih. Tetapi justru kejadian itu membuat Muning  sangat terangsang. Tepat setelah Bu Yuli  berpamitan, Muning  mengambil pose di depan wastafel sambil
sedikit menungging. Pak Mochtar  nampak
tertegun menatap posenya. Muning  membiarkan pantatnya membungkah terbuka
sementara daster pendeknya terangkat ke atas. Lebih gila lagi, Muning  membiarkan selangkangannya tanpa celana dalam.
Pak Mochtar  melongo menatap celah
memeknya yang sudah basah kuyup. Dengan pandangan dingin Muning  menunjuk ke arah bokongnya, sambil berkata,
“Pak, cepat masukkan. Mumpung ibu sedang ke pasar”.
Dengan gugup bercampur birahi memuncak, Pak Mochtar  memposisikan dirinya di belakang Muning .
Diplorotkannya celana kolornya, dihunusnya penisnya dan segera disodokkannya ke
dalam vagina menantunya itu. Muning  terpekik kaget karena kasarnya sodokan pertama
itu. Tapi karena kesal bercampur birahi, Muning  membalas menyodokkan pantatnya ke belakang.
“Ayo Pak, sodok memekku seperti kamu pengen nyodok memek Bu Yuli
!” goda Muning  sambil menggoyang
pantatnya. Pak Mochtar  tertegun,
menantunya itu tahu apa yang dirasakannya.
“Ayo Pak, kamu khan sangat ingin menyodok memek Bu Yuli .
Sini kubantuin, Pak. Punyaku juga enak lhooo, gak kalah sama Bu
Susssaannnnnn….”, goda Muning  lagi
sambil meremas penis itu dengan vaginanya.
Pak Mochtar  juga
merasakan nikmat akibat penisnya dijepit vagina menantunya yang masih terasa
seret. Ia pun mulai menggerakkan pinggulnya perlahan naik-turun dan terus
dipercepat diimbangi gerakan pinggul Muning . Keduanya terus berpacu menggapai
nikmat.Pak Mochtar  mendengus, kesal
campur birahi.
“Baiklah, dasar memek gatel”, katanya kasar sambil menyodok
kuat-kuat.
“Kontolmu itu yang gatel pak tua mesum!” balas Muning  yang makin hilang kendali merasakan nikmat
yang baru kali ini dirasakan.
Pak Mochtar  mengerakkan pinggulnya semakin cepat dan
keras. Sesekali disentakkan kedepan sehingga batang penisnya mentok ke dalam
vagina menantunya itu
“Oh…Bapak !”jerit Muning  penuh nikmat setiap kali mertuanya itu
menyodokkan penisnya, terasa batang itu menghantam dasar lubang vaginanya yang
terdalam.
Semakin sering Pak Mochtar  melakukannya, semakin bertambah nikmat yang
dirasakan Muning . Muning  tertawa sambil
menggoyang pantatnya tak kalah liar. Jadinya mereka bersenggama dengan kasar
seperti dua anjing kampung yang mengejar kenikmatan hewani. Muning  merintih-rintih kenikmatan, sementara di
belakangnya, lelaki tua kurus itu mendengus-dengus memacu nafasnya. Kejadian
buru-buru itu memberikan sensasi yang luar biasa bagi dua insan berlainan jenis
beda usia itu. Mereka memacu gairahnya sambil berdiri, Muning  memegang bibir wastafel, sementara mertuanya
berkacak pinggang menyodok-nyodok dari belakang. Tak lama kemudian, pada
hentakan yang sekian kali, wanita hamil itu merasakan otot di seluruh tubuhnya
meregang, juga terasa ada yang berdenyut-denyut di dalam lubang vaginanya.
“Ahk..! Ahduh akhh!” teriaknya tertahan merasakan orgasme
yang untuk pertama kali dari persetubuhan terlarangnya dengan sang mertua
Sangat nikmat dirasakan Muning , seluruh tubuhnya terasa
dialiri listrik berkekuatan rendah yang membuatnya berdesir. Sementara Pak Mochtar
 yang belum keluar terus menggerakkan
pinggulnya semakin cepat. Menyebabkan birahi Muning  mulai naik lagi dan namun ia menarik tubuhnya
hingga penis mertuanya itu terlepas. Muning  kemudian duduk bersimpuh di depan mertuanya.
Batang penis mertuanya itu mengacung tepat di wajah manisnya. Ia langsung
meraih batang yang masih tegang dan basah itu
“Bapak belum pernah ngerasain mulutku kan?” ia tersenyum
nakal menantang mertuanya.
“Hehehehe…ternyata kamu nakal banget ya kalau lagi ngentot,
ayo…Bapak juga pengen ngerasain disepong sama kamu” ia meraih kepala
menantunya.
Tanpa babibu lagi, Muning  pun memasukkan penis itu ke mulutnya dan
mengulumnya dengan nikmat. Sungguh pemandangan yang erotis, seorang wanita
hamil melakukan oral seks dengan mertuanya sendiri yang berusia terpaut jauh darinya.
Pak Mochtar  merem-melek, gairahnya
seakan semakin terbakar melihat dan merasakan bibir menantunya yang cantik ini
melahap dan mengulum batang penisnya yang sedang ngaceng dan ia sangat
menikmati sentuhan lidah dan bibir wanita itu, dibiarkan sang menantu
memanjakan penisnya dengan mulutnya sambil meremas-remas rambutnya. Muning  dengan penuh nafsu mengulum dan menjilati
batangan itu.
Teknik oralnya semakin terampil hingga nikmat yang dirasakan
mertuanya pun semakin tinggi. Bahkan istri yang telah puluhan tahun
mendampinginya itu pun tidak mau mengulum penisnya apalagi menelan air maninya.
Tapi kini menantunya sendiri, seorang istri yang sedang hamil itu dengan rakus
melakukannya. Pak Mochtar  pun merasa
beruntung memiliki menantu seperti Muning . Tidak terpikirkan apa reaksi istri
dan putranya bila tahu perbuatan gila mereka. Pria setengah baya itu merasa
batang penisnya semakin sensitif dikulum dan dilumati mulut Muning . Dan tanpa
dapat ditahan lagi muncratlah cairan kenikmatan hangat dari otot tegang itu, yang
segera dilahap dengan rakus oleh Muning . Penis itu dikulum hingga hampir
sepenuhnya masuk ke dalam mulutnya sehingga sperma yang tercurah langsung masuk
ke tenggorokannya dan tertelan. Muning  merasakan nikmat aroma dan rasa cairan khas
berwarna putih kental itu memenuhi mulutnya.
Demikian pula Pak Mochtar , tubuh tuanya meregang
tersentak-sentak seiring curahan cairan kenikmatannya yang dengan rakus ditelan
menantunya. Muning  bahkan juga menjilati
cairan yang meleleh dibatang kontol hingga tuntas. Mereka melakukannya agak
buru-buru karena khawatir sang nyonya segera datang.  Tengah asyik-asyinya menikmati cleaning
service dari menantunya, Pak Tokok mendengar suara motor istrinya datang.
Mereka pun segera memisahkan diri. Pak Mochtar  terengah-engah sambil membetulkan celananya,
sementara dengan dingin Muning  menurunkan dasternya dan kembali mencuci
piring sambil mengatur kembali nafasnya yang naik turun. Pak Mochtar  terbirit-birit menuju kamar mandi sementara
istrinya masuk membawa belanjaan dengan tanpa kecurigaan apa pun.
“Wuiihh…puas deh!” kata Pak Mochtar  dalam hati sambil kencing.