Montir Sex
Hari itu, sekitar jam tiga sore aku bersama sepupuku, Nalla baru
saja sampai di rumahnya setelah jalan-jalan di mall. Setengah jam kami disana nonton
VCD sampai pacarnya yang bernama Simpson datang. Memang sih hari itu aku
bermain ke sini agar bisa sekalian sorenya mengambil mobilku yang sedang di
service rutin di sebuah bengkel di daerah Jakarta Timur yang kebetulan tidak
terlalu jauh dari rumah Nalla. Pas sekali saat itu Simpson datang untuk
nge-date jadi aku bisa ikut menumpang diantar ke bengkel itu. Kamipun berangkat
dari rumahnya dengan mobil BMW-nya Simpson. Walaupun tidak terlalu jauh namun
kami sedikit terjebak macet karena saat itu jam bubaran. Yang kukhawatirkan
adalah takutnya bengkelnya keburu tutup, kalau begitu kan aku mau tidak mau
harus tetap menumpang pada Simpson padahal mereka mau pergi nonton dan aku
tidak mau mengganggu kebersamaan mereka. Akhirnya tiba juga kami di bengkel itu
tepat ketika akan tutup.
“Wah…udah mau tutup tuh Cit, mendingan cepetan lari turun, siapa tau masih
keburu” kata Nalla.
“Tanyain dulu Cit, kita tunggu lu di sini, kalau ternyata
belum bisa ambil lu ikut kita jalan aja” Simpson memberi saran. Akupun segera turun
dan setengah berlari ke arah pegawai yang sedang mendorong pintu.
“Mas…mas tunggu, jangan ditutup dulu, saya mau ngambil mobil saya yang Hyundai
warna merah yang dititip kemarin Selasa itu loh !” kataku dengan terburu-buru.
“Tapi kita udah mau tutup non, kalau mau besok balik aja
lagi” katanya
“Ayo dong, mas katanya di telepon tadi udah bisa diambil,
tolong dong bentar aja yah, saya sudah kesini jauh-jauh nih !” desakku
“Ada apa nih, Kos, kok malah ngobrol” kata seorang pria yang
muncul dari samping belakangnya.
Kebetulan sekali pria itu adalah montir yang menangani mobilku ketika aku
membawa mobil itu ke sini, orangnya tinggi dan agak gemuk dengan rambut gaya
tentara, usianya sekitar awal empat puluh, belakangan kuketahui bernama Zazhi,
agaknya dia tergolong montir yang cukup senior di sini.
Akupun lalu mengutarakan maksud kedatanganku ke sini untuk
mengambil mobilku itu padanya. Awalnya sih dia juga menyuruhku kembali lagi
besok karena bengkel sudah tutup, tapi karena terus kubujuk dan kujanjikan bonus
uang rokok akhirnya dia menyerah juga dan mempersilakanku masuk menunggu di
dalam. Sebenarnya sih kalau bengkelnya dekat dengan rumahku aku juga bisa saja
kembali besok, tapi masalahnya letak tempat ini cukup jauh dari rumahku dan
macet pula, kan BT banget kalau harus dua kali jalan. Aku melambaikan tangan ke
arah Nalla dan Simpson yang menunggu di mobil pertanda masalah sudah beres dan
mereka boleh pergi, merekapun membalas lambaianku dan mobil itu berjalan
meninggalkanku. Pak Zazhi menjelaskan padaku tentang kondisi mobilku, dia
bilang bahwa semuanya ok-ok saja, kecuali ada sebuah onderdil di bagian bawah
mobil yang sebentar lagi tidak layak pakai karena sudah banyak berkarat
(sory…aku tidak mengerti otomotif selain menggunakannya, sampai lupa nama onderdil
itu). Karena memikirkan kenyamanan jangka panjang, aku menanyakan kalau bagian
itu diganti sekarang memakan waktu lama tidak, ongkos sih tidak masalah.
Setelah berpikir sesaat dia pun mengiyakannya dan menyuruhku duduk menunggu.
Sejumlah pegawai dan kasir wanita sudah berjalan ke pintu
keluar meninggalkan tempat ini. Di ruangan yang cukup luas ini tinggallah aku
dengan Pak Zazhi serta beberapa montir yang sedang menyelesaikan pekerjaan yang
tanggung. Seluruhnya ada empat orang di ruangan ini termasuk aku yang
satu-satunya wanita.
“Masih banyak kerjaannya ya Mas ?” tanyaku iseng-iseng pada
montir brewok di dekatku yang sedang mengotak-atik mesin depan sebuah Kijang.
“Dikit lagi kok Non, makannya mending diselesaikan sekarang
biar besoknya lebih santai” jawabnya sambil terus bekerja.
Tidak jauh dari tempat dudukku Pak Zazhi sedang berjongkok
di sebelah mobilku dan di sebelahnya seorang rekannya yang cuma kelihatan
kakinya sedang berbaring mengerjakan perkerjaannya di kolong mobil. Ternyata
pekerjaan itu lama juga selesainya, seperempat jam sudah aku menunggu. Melihat
situasi seperti ini, timbullah pikiran isengku untuk menggoda mereka. Hari itu
aku memakai kaos ketat oranye berlengan panjang yang dadanya agak rendah, lekuk
tubuhku tercetak oleh pakaian seperti itu, bawahnya aku memakai rok hitam yang
menggantung beberapa senti di atas lutut. Maka bukanlah hal yang aneh kalau
para pria itu di tengah kesibukannya sering mencuri-curi pandang ke arahku,
apalagi sesekali aku sengaja menyilangkan kakiku.
Aku berjalan ke arah mobilku dan bertanya pada Pak Zazhi:
“Masih lama ya Pak ?”
“Hampir Non, ini yang susah tuh melepas yang lamanya, habis
sudah berkarat, sebenarnya sih pasangnya gampang saja, bentar lagi juga beres
kok”
“Perlu saya bantuin gak ? Bosen daritadi nunggu terus”
tanyaku sambil dengan sengaja berjongkok di hadapannya dengan lutut kiri
bertumpu di lantai sehingga otomatis paha putih mulusku tersingkap kemana-mana
dan celana dalam merahku juga terlihat jelas olehnya.
Dia terlihat gugup dan matanya tertumbuk ke bawah rokku yang
kelihatan karena posisi jongkokku. Aku yakin burungnya pasti sudah terbangun
dan memberontak ingin lepas dari sangkarnya. Namun aku bersikap biasa saja
seolah tidak mengetahui sedang diintip.
“Oohh…ngga….ngga kok Non” jawabnya terbata-bata.
“Hhoii…obeng kembang dong” sahut montir yang dari dalam
sambil mendorong kursi berbaringnya keluar dari kolong. Begitu keluar diapun
ikut terperangah dengan pemandangan indah di atas wajahnya itu. Keduanya
bengong menatapku tanpa berkedip
“Kenapa ? kok bengong ? liatin apa hayo…?” godaku dengan
tersenyum nakal.
Kemudian kuraih tangan si montir yang sedang berbaring itu
dan kuletakkan di paha mulusku, memang sih tangannya kotor karena sedang
bekerja tapi saat itu sudah tidak terpikir hal itu lagi. Tanpa harus disuruh
lagi tangan kasar itu sudah bergerak dengan sendirinya mengelus pahaku hingga
sampai di pangkalnya, disana dia tekankan dua jarinya di bagian tengah
kemaluanku yang masih tertutup CD.
“Ooohhh…” desahku merasakan remasan pada kemaluanku.
Pak Zazhi menyuruhku berdiri dan didekapnya tubuhku serta
langsung menempelkan bibirnya yang tebal dan kasar pada bibir mungilku.
Tangannya mengangkat rokku dan menyusup ke dalam celana dalamku. Temannya tidak
mau ketinggalan, setelah dia mengelap tangannya dia dekap aku dari belakang dan
mulai menciumi leher jenjangku, hembusan nafas dan lidahnya yang
menggelikitik membuat birahiku semakin naik. Payudaraku yang masih tertutup
baju diremasi dari belakang, tak lama kemudian kaos Mango-ku beserta bra-ku
sudah disingkap ke atas. Kedua belah payudaraku digerayangi dengan gemas,
putingnya terasa makin mengeras karena terus dipencet-pencet dan dipilin-pilin.
“Hei, ngapain tuh, kok ga ngajak-ngajak !” seru si montir
brewok yang memergoki kami sedang berasyik-masyuk.
Montir di belakangku melambai dan memanggil si brewok untuk
ikut menikmati tubuhku. Si brewok pun dengan girang menghampiri kami sambil
mempreteli kancing baju montirnya, kurang dari selangkah di dekatku dia membuka
seluruh pakaiannya.
Wow…bodynya padat berisi dengan dada bidang berbulu dan
bulunya turun saling menyambung dengan bulu kemaluannya. Dan yang lebih
membuatku terpesona adalah bagian yang mengacung tegak di bawah perutnya, pasti
tak terlukiskan rasanya ditusuk benda sebesar pisang raja itu, warnanya hitam
dengan kepala penis kemerahan. Dia berjongkok di depanku dan memelorotkan rok
dan celana dalamku.
“Wah, asyik rambutnya item lebat banget, gua paling suka
memek kaya gini” si brewok mengomentari vaginaku.
Pak Zazhi dan temannya pun mulai melepasi pakaiannya
masing-masing hingga bugil. Terlihatlah batang-batang mereka yang sudah
menegang, namun aku tetap lebih suka milik si brewok karena nampak lebih
menggairahkan, milik Pak Zazhi juga besar dan berisi, namun tidak terlalu
berurat dan sekeras si brewok, sedangkan punya temannya lumayan panjang, tapi
biasa saja, standarnya pribumi Indonesialah. Aku sendiri tinggal memakai kaos
ketat dan bra-ku yang sudah tersingkap.
Kaki kiriku diangkat ke bahu si brewok yang berjongkok
sambil melumat vaginaku. Teman Pak Zazhi yang dipanggil ‘Fajar’ itu menopang
tubuhku dengan mendekap dari belakang, tangannya terus beraktivitas meremas
payudara dan pantatku sambil memainkan lidahnya di lubang telingaku. Pak Zazhi
sendiri kini sedang menetek dari payudara kananku. Aku menggelinjang dahsyat
dan mendesah tak karuan diserbu dari berbagai arah seperti itu. Tanganku
menggenggam penis Pak Zazhi dan mengocoknya perlahan.
“Oookkhh…jangan keras keras” rintihku sambil meringis ketika
Pak Zazhi dengan gemas menggigiti putingku dan menariknya dengan mulut, secara
refleks tanganku menjambak pelan rambutnya.
Sementara si brewok di bawah sana menyedoti dalam-dalam
vaginaku seolah mau ditelan. Dia memasukkan lidahnya ke dalam vaginaku sehingga
memberi sensasi geli yang luar biasa padaku, klitorisku juga dia gigit pelan
dan digelikitik dengan lidahnya. Pokoknya sangat sulit dilukiskan dengan
kata-kata betapa nikmatnya saat itu, jauh lebih nikmat dari mabuk anggur manis. Aku
menengokkan wajah ke samping untuk menyambut Fajar yang mau melumat mulutku.
Lihai juga dia berciuman, lidahnya menjilati lidahku dan menelusuri rongga
mulutku, nafasku seperti mau habis rasanya.
Kemudian mereka membaringkanku di kursi untuk berbaring di
kolong mobil itu (whateverlah namanya aku tidak tahu nama barang itu ^_^;). Fajar
langsung mengambil posisi di selangkanganku, tapi segera dicegah oleh Pak Zazhi
yang menginginkan jatah lubang lebih dulu. Setelah dibujuk-bujuk Fajar pun
akhirnya mengalah dari Pak Zazhi yang lebih senior itu. Sebagai gantinya dia
mengambil posisi di dekat kepalaku dan menyodorkan penisnya padaku. Kumulai
dengan menjilati batang itu hingga basah, lalu buah zakarnya kuemut-emut sambil
mengocok batangnya. Walaupun agak bau tapi aku sangat menikmati oral seks itu,
aku senang membuatnya mengerang nikmat ketika kujilati lubang kencing dan
kepala penisnya. Pak Zazhi yang sudah selesai dengan pemanasan dengan
menggesekkan penisnya pada bibir vaginaku kini sudah mengarahkan penisnya ke
liang senggamaku. Aku menjerit kecit ketika benda itu menyeruak masuk dengan
sedikit kasar, selanjutnya dia menggenjotku dengan gerakan buas. Aku meresapi
setiap detil kenikmatan yang sedang menyelubungi tubuhku, semakin bersemangat
pula aku mengemut penis si Fajar, kumainkan lidahku di sekujur penis itu untuk
menambah kenikmatan pemiliknya. Dia mengerang keenakan atas perlakuanku yang
memanjakan ‘adik kecil’nya. Rambutku diremas-remas sambil berkata :
“Oooh…terus Non, enak banget….yahhh !”
Tanganku yang lain tidak tinggal diam ikut mengocok punya si
brewok yang pada saat yang sama sedang melumat payudaraku. Dia sangat menikmati
setiap jengkal payudaraku, dia menghisapnya kuat-kuat diselingi gigitan-gigitan
yang meninggalkan jejak merah di kulitnya yang putih. Sungguh kagum aku dengan
penisnya dalam genggamanku, yang benar-benar keras dan perkasa membuatku tidak
sabar ingin segera mencicipinya. Maka aku melepaskan emutanku pada penis Fajar
dan berkata pada si brewok :
“Sini dong Mas, gua mau ngisep burungnya !”
Si brewok langsung menggantikan Fajar dan menyodorkan
penisnya padaku. Hmm…inilah yang kutunggu-tunggu, aku langsung membuka
lebar-lebar mulutku untuk memasukkan benda itu. Tentu saja tidak muat
seluruhnya di mulut mungilku malah terasa sesak. Si Fajar menggosok-gosokkan
penisnya yang basah ke wajahku. Sambil dioral, tangan si brewok yang kasar dan
berbulu itu meremasi payudaraku dengan brutal. Di sisi lain, Pak Zazhi
melepaskan sepatu berhak tinggi yang kupakai, lalu menaikkan kedua tungkaiku ke
bahu kirinya, sambil menggenjot dia juga menjilati betisku yang mulus. Aku
benar-benar terbuai oleh kenikmatan main keroyok seperti ini.
Tiba-tiba kami terhenti sejenak karena terdengar suara pintu
di buka dari dalam dan keluarlah seorang yang hanya memakai singlet dan celana
pendek, tubuhnya agak kurus dan berusia sepantaran dengan Pak Zazhi dengan
jenggot seperti kambing. Aku mencoba mengingat-ingat orang ini, sepertinya
pernah lihat sebelumnya, ooohh…iya itu kan montir yang mendengar dan mencatat
masalah yang kuceritakan tentang mobilku ketika aku membawanya ke sini.
Sepertinya dia baru mandi karena rambutnya masih basah dan acak-acakan.
Sebelumnya dia agak terperanjat dengan apa yang dia lihat tapi kemudian dia
mendekati kami
“Weleh-weleh…gua sibuk cuci baju di belakang, lu-lu malah
pada enak-enakan ngentot” katanya “lho, ini kan si Non cantik yang mobilnya
diservis itu !”
“Udah jangan banyak omong, mau ikutan ga !” kata si brewok
padanya
Buru-buru si montir yang bernama Marwo itu melepaskan
celananya dan kulihat penisnya bagus juga bentuknya, besar dengan otot yang
melingkar-lingkar. Tiga saja belum selesai sudah datang satu lagi, tambah berat
deh PR gua, demikian kataku dalam hati. Pak Marwo mengambil posisi di sebelah
kananku, tangannya menjelajah kemana-mana seakan takut tidak kebagian tempat.
Payudara kananku dibetot dan dilumat olehnya sampai terasa nyeri. Aku mengerang
sejadi-jadinya antara kesakitan dan kenikmatan, semakin lama semakin liar dan
tak terkendali.
Pak Zazhi dibawah sana makin mempercepat frekuensi
genjotannya pada vaginaku. Lama-lama aku tidak sanggup lagi menahan cairan
cintaku yang semakin membanjir. Di ambang puncak aku semakin berkelejotan dan
tanganku semakin kencang mengocok dua batang penis di genggamanku yaitu milik
Pak Marwo dan Bang Fajar. Fajar juga menggeram makin keras dan crot…crot…cairan
putih kentalnya menyemprot dan berceceran di wajah dan rambutku. Sementara
otot-otot kemaluanku berkontraksi makin cepat dan cairan cintaku pun tak
terbendung lagi. Aku telah mencapai puncak, tubuhku mengejang hebat diiringi
erangan panjang dari mulutku, tapi dia masih terus menggenjotku hingga tubuhku
melemas kembali. Setelah dia cabut penisnya, diturunkannya juga kakiku.
“Gantian tuh, siapa mau memek ?” katanya
Si brewok langsung menggantikan posisinya, sebelumnya dia
menjilati dan menyedot cairan vaginaku dengan rakus bagaikan menyantap
semangka. Pak Zazhi menaiki dadaku dan menjepitkan penisnya yang sudah licin
diantara payudaraku. Dia memaju-mundurkannya seperti yang dia lakukan terhadap
vaginaku, tidak sampai lima menit, spermanya muncrat ke muka dan dadaku, kaosku
yang tergulung juga ikut kecipratan cairan itu. Pak Zazhi mengelap spermanya
yang berceceran di dadaku sampai merata sehingga payudaraku nampak mengkilap
oleh cairan itu. Kujilati sperma di sekitar bibirku dengan memutar lidah.
Si brewok minta ganti gaya, kali ini dia berbaring di kursi
montir. Tanpa diperintah aku menurunkan tubuhnya sambil membuka lebar liang
senggamaku dengan jari. Tanganku yang lain membimbing batang itu memasuki liang
itu. Aku menggigit bibir dan mendesis saat penis itu mulai tertancap di
vaginaku. Hingga akhirnya seluruh batang itu tertelan oleh liang surgaku,
rasanya sangat sesak dan sedikit nyeri dijejali benda sekeras dan sebesar itu,
aku dapat merasakan urat-uratnya yang menonjol itu bergesekan dengan dinding
vaginaku. Aku belum sempat beradaptasi, dia sudah menyentakkan pinggulnya ke
atas, secara refleks aku menjerit kecil. Sekali lagi dia sentakkan pinggulnya
ke atas sampai akupun ikut menggoyangkan tubuhku naik-turun. Mataku merem-melek
dan kadang-kadang tubuhku meliuk-liuk saking nikmatnya. Kuraih penis Pak Marwo
di sebelah kiriku dan kukulum dengan bernafsu, begitu juga dengan penis Pak Zazhi,
batang yang sedang kelelahan itu kukocok-kocok agar bertenaga lagi, sisa-sisa
spermanya kujilati hingga bersih. Kurasakan ada dua jari memasuki anusku,
mengoreki lalu bergerak keluar-masuk di sana, aku menengok ke belakang ternyata
pelakunya Bang Fajar yang entah kapan sudah di belakangku.
Mungkin karena ketagihan dikaraoke olehku, Pak Marwo
memegangi kepalaku dan menekannya pada selangkangannya, lalu dia maju-mundurkan
pinggulnya seperti sedang bersenggama. Aku sempat gelagapan dibuatnya, kepala
penis itu pernah menyentuh tekakku sampai hampir tersedak. Namun hal itu tidak
mengurangi keaktifanku menggoyang tubuhku dan mengocok penis Pak Zazhi dengan
tangan kiriku. Payudaraku yang ikut bergoyang naik-turun tidak pernah sepi dari
jamahan tangan-tangan kasar mereka. Sepertinya Bang Fajar mau main belakang
karena dia melebarkan duburku dengan jarinya dan sejenak kemudian aku merasakan
benda tumpul yang tak lain kepala penisnya melesak masuk ke dalamnya. Ketiga
lubang senggamaku penuh sudah terisi oleh tiga penis. Penis Pak Marwo dalam
mulutku makin bergetar dan pemiliknya pun makin gencar menyodok-nyodokkannya
pada mulutku hingga akhirnya menyemprotkan spermanya di mulutku. Belum habis
semprotannya dia menarik keluar benda itu (thank god, akhirnya bisa menghirup
udara segar lagi) sehingga sisanya menyemprot ke wajahku, wajahku yang sudah
basah oleh sperma Bang Fajar dan Pak Zazhi jadi tambah belepotan oleh spermanya
yang lebih kental dari milik dua orang sebelumnya.
“Aahh…aahh…dikit lagi Bang !” desahku karena sudah akan
klimaks lagi
Cairan cinta terasa terus mengucur membasahi rongga-rongga
kemaluanku bersamaan dengan penis si brewok yang terasa makin membengkak dan
sodokannya yang makin gencar. Otot-ototku menegang dan desahan panjang keluar
dari mulutku akibat orgasme panjang bersama si brewok. Cairan hangat dan kental
menyemprot hampir semenit lamanya di dalam lubang vaginaku. Akhirnya tubuhku
kembali melemas dan jatuh telungkup di atas dada yang bidang berbulu itu dengan
penis masih menancap, sementara dari belakang Bang Fajar masih getol
menyodomiku tanpa mempedulikan kondisiku sampai dia menumpahkan spermanya di
anusku lima menit kemudian. Setelah beristirahat lima menit, Pak Zazhi
mengangkat tubuhku diatas kedua tangannya dan membawaku ke ruangan lain yang
adalah tempat pencucian mobil bersama teman-temannya.
“Eh, mau ngapain lagi kita nih Pak ?” tanyaku heran
“Kita mau mencuci Non dulu soalnya sudah lengket dan bau
peju sih” jawabnya sambil nyengir, kemudian memerintah si brewok untuk menyiapkan
selang air.
Pelan-pelan dia turunkan aku, tapi aku masih belum sanggup
berdiri karena masih lemas sekali, jadi aku hanya duduk bersimpuh saja di
lantai marmer itu.
“Bajunya dilepas aja Non biar nggak basah” katanya sambil
membantuku melepaskan kaosku yang tergulung.
Aku kini telah telanjang bulat, hanya jam tangan, anting,
dan seuntai kalung perak dengan leontin huruf C yang masih tersisa di tubuhku.
Si brewok menyalakan krannya dan mengarahkan selang itu padaku.
“Awww…dingin !” desahku manja merasakan dinginnya air yang
menyemprot padaku
Pak Marwo melepaskan singletnya dan bersama dua orang lainnya mendekati tubuhku
yang masih disemprot si brewok, ketiganya mengerubungi tubuhku sambil
tertawa-tawa. Aku lalu diberdirikan dan didekap mereka, tangan-tangan mereka
menggosoki tubuhku untuk membasuh ceceran sperma yang lengket di sekujur
tubuhku seperti sedang memolesi mobil dengan cairan pembersih.CerpenSex
Beberapa menit lamanya si brewok menyirami kami dengan air dingin sehingga
tubuh kami basah kuyup. Sesudah itu dia juga ikut bergabung menggerayangiku.
Pak Marwo mendekapku dari depan, setelah puas menciumi dan meremas payudaraku
dia menaikkan kaki kananku ke pingggangnya dan memasukkan penisnya ke vaginaku,
mereka mengerjaiku dalam posisi berdiri. Pak Zazhi merangkulku dari belakang
dan tak henti-hentinya mencupangi pundak, leher dan tengukku. Bang Fajar
berjongkok meremasi dan menjilati pantat bahenolku yang terangkat dengan
gemasnya. Si brewok menggerayangi payudaraku yang lain sambil menggelikitik
telingaku dengan lidahnya. Desahan nikmatku terdengar memenuhi ruangan itu.
Beberapa menit kemudian Pak Marwo klimaks dan menumpahkan spermanya di dalam
vaginaku. Ini masih belum berakhir, karena setelahnya tubuhku mereka
telentangkan di atas kap depan sebuah sedan berwarna silver metalik dan kembali
aku disemprot dengan selang air hingga semakin basah.
Bang Fajar membentangkan pahaku dan menancapkan penisnya ke vaginaku. Mungkin
karena sudah terisi penuh, maka ketika penis itu melesak ke dalamku, nampak
sperma kental itu meluap keluar dari sela-sela bibir vaginaku. Aku kembali
orgasme yang kesekian kalinya, tubuhku menggelinjang di atas kap mobil itu.
Kemudian tak lama kemudian dia pun mencabut penisnya dan menumpahkan isinya di
atas perut rataku. Akhirnya selesai juga mereka mengerjaiku, aku terbaring
lemas diatas kap, rasanya pegal sekali dan sedikit kedinginan karena basah.
Mereka juga sudah kecapean semua, ada yang duduk mengatur nafas, ada juga yang
mengelap badannya yang basah.
Pak Zazhi memberiku sebuah Aqua gelas dan handuk kering. Aku menggerakkan
tangan menghanduki tubuhku yang basah. Setelah Pak Zazhi dan Bang Fajar selesai
memasang onderdil yang tertunda, selesai pula perbaikan mobilku. Aku
membayarkan biayanya pada Pak Zazhi yang ternyata masih saudara dengan pemilik
bengkel ini, pantas daritadi montir lain tunduk padanya. Aku juga memberi
tambahan seratus ribu rupiah sebagai uang rokok untuk dibagi antara mereka
berempat. Sampai di rumah aku langsung tidur dengan tubuh pegal-pegal, janji ke
kafe dengan teman-teman pun terpaksa kubatalkan dengan alasan tidak enak badan.