situs bandarq

Sebuah Ronda Membuatku Nikmat

afb-365.com

Kegiatan ronda memang rutin diadakan di kampugku selama ini masih berjalan baik,
setiap malam pasti ada sift terdiri dari 3 orang, malam itu aqu dapat giliran untuk untuk
jaga pada malam minggu, tepat pukul 00.00 yg seharusnya menemaniku ronda belom
kunjung datang karena kegiatan ronda sukarela maka aqu juga tak memperdulikan mau
datang atau tidak.

Dan aqu mengelilingi kampungku karena aqu belom mengantuk aqu mengelilingi rumah
rumah penduduk dgn sarung dan senter karena udaranya dingin aqu menyalakan rokokku,
pada sampai di rumah Pak Afandi aqu melihat kaca yg belom tertutup dgn benar dan
aqu mendekati itu kelupaan atau ada orang yg masuk dgn hati-hati kudekati, tetapi ternyata
kain korden tertutup rapi.

Kupikir kemarin sore pasti lupa menutup kaca nako, tetapi langsung menutup kain kordennya saja.
Mendadak aqu mendengar suara aneh, seperti desahan seseorang. Kupasang telinga baik-baik,
ternyata suara itu datang dari dalam kamar. Kudekati pelan-pelan, dan darahku berdesir,
sewaktu ternyata itu suara orang bersebadan. Nampaknya ini kamar tidur Pak Afandi dan istrinya.

Aqu lebih mendekat lagi, suaranya dengusan nafas yg memburu dan gemerisik dan goygan tempat tidur lebih jelas terdengar.

“Ssshh… hhemm… uughh… ugghh, terdengar suara dengusan dan suara orang seperti menahan
sesuatu. Jelas itu suara Bu Afandi yg ditindih suaminya. Terdengar pula bunyi kecepak-kecepok,
nampaknya kemaluan Pak Afandi sedang mengocok lubang kemaluan Bu Afandi.

Aduuh, darahku naik ke kepala, kemaluanku sudah berdiri keras seperti kayu. Aqu betul-betul
iri membaygkan Pak Afandi menggumuli istrinya. Alangkah nikmatnya menyebadani Bu Afandi
yg cantik dan bahenol itu.

“Oohh, sshh buuu, aqu mau keluar, sshh…. ssshh..” terdengar suara Pak Afandi tersengal-sengal.

Suara kecepak-kecepok makin cepat, dan kemudian berhenti. Nampaknya Pak Afandi sudah
ejaqulasi dan pasti kemaluannya dibenamkan dalam-dalam ke dalam kemaluan Bu Afandi.
Selesailah sudah persebadanan itu, aqu pelan-pelan meninggalkan tempat itu dgn kepala
berdenyut-denyut dan kemaluan yg kemeng karena tegang dari Afandi.

Sejak malam itu, aqu jadi sering mengendap-endap mengintip kegiatan suami-istri itu di tempat tidurnya.

Walaupun nako tidak terbuka lagi, tetapi suaranya masih jelas terdengar dari sela-sela kaca
nako yg tidak rapat benar. Aqu jadi seperti detektip partikelir yg mengamati kegiatan mereka
di sore hari.

Biasanya pukul 21.00 mereka masih melihat siaran TV, dan sesudah itu mereka mematikan
lampu dan masuk ke kamar tidurnya.

Aqu mulai melihat situasi apakah aman untuk mengintip mereka. Apabila aman, aqu akan
mendekati kamar mereka. Kadang-kadang mereka hanya bercakap-cakap sebentar, terdengar
bunyi gemerisik (barangkali memasang selimut), lalu sepi. Pasti mereka terus tidur.

Tetapi apabila mereka masuk kamar, bercakap-cakap, terdengar ketawa-ketawa kecil mereka,
jeritan lirih Bu Afandi yg kegelian (barangkali dia digelitik, dicubit atau diremas payudaranya
oleh Pak Afandi), dapat dipastikan akan diteruskan dgn persebadanan.

Dan aqu pasti mendengarkan sampai selesai. Rasanya seperti kecanduan dgn suara-suara Pak
Afandi dan khususnya suara Bu Afandi yg keenakan disebadani suaminya.

Hari-hari selanjutnya berjalan seperti biasa. Apabila aqu bertemu Bu Afandi juga biasa-biasa saja,
tetapi tidak dapat dipungkiri, aqu jadi jatuh cinta sama istri Pak Afandi itu.

Orangnya memang cantik, dan badannya padat berisi sesuai dgn seleraqu. Khususnya bokong
dan payudaranya yg besar dan bagus.

Aqu menyadari bahwa hal itu tidak akan mungkin, karena Bu Afandi istri orang. Kalau aqu
berani menggoda Bu Afandi pasti jadi masalah besar di kampungku.

Bisa-bisa aqu dipukuli atau diusir dari kampungku. Tetapi nasib orang tidak ada yg tau.
Ternyata aqu akhirnya dapat menikmati keindahan badan Bu Afandi.

Pada suatu hari aqu mendengar Pak Afandi opname di rumah sakit, katanya operasi
usus buntu. Sebagai tetangga dan masih bujangan aqu banyak waktu untuk menengoknya
di rumah sakit. Dan yg penting aqu mencoba membangun hubungan yg lebih akrab
dgn Bu Afandi.

Pada suatu sore, aqu menengok di rumah sakit bersamaan dgn adiknya Pak
Afandi. Sore itu, mereka sepakat Bu Afandi akan digantikan adiknya menunggu
di rumah sakit, karena Bu Afandi sudah beberapa hari tidak pulang.

Aqu menawarkan diri untuk pulang bersamaqu. Mereka setuju saja dan malah berterima
kasih. Terus terang kita sudah menjalin hubungan lebih akrab dgn keluarga itu.

Sehabis mahgrib aqu bersama Bu Afandi pulang. Dalam mobilku kita mulai mengobrol,
mengenai sakitnya Pak Afandi. Katanya seminggu lagi sudah boleh pulang.

Aqu mulai mencoba untuk berbicara lebih dekat lagi, atau katakanlah lebih kurang
ajar. Inikan kesempatan bagus sekali untuk mendekatai Bu Afandi.

“Bu, maaf yaa. ngomong-ngomong Bu Afandi sudah berkeluarga sekitar 3 taun kok
belom diberi momongan yaa”, kataqu hati-hati.

“Ya, itulah Dik Barda. Kita kan hanya lakoni. Barangkali Tuhan belom mengizinkan”,
jawab Bu Afandi.

“Tapi anu tho bu… anuu.. bikinnya khan jalan terus.” godaqu. “Ooh apa, ooh. kalau itu
sih iiiya Dik Barda” jawab Bu Afandi agak kikuk.

Sebenarnya kan aqu tau, mereka setiap minggunya minmal 2 kali bersebadan dan
terbayg kembali desahan Bu Afandi yg keenakan. Darahku semakin berdesir-
desir. Aqu semakin nekad saja.

“Tapi, kok belom berhasil juga yaa bu?” lanjutku.

“Ya, itulah, kita berusaha terus. Tapi ngomong-ngomong kapan Dik Barda
kimpoi. Sudah kerja, sudah punya mobil, cakep lagi. Cepetan dong. Nanti keburu tua
lhoo”, kata Bu Afandi.

“Eeh, benar nih Bu Afandi. Aqu cakep niih. Ah kebetulan, tolong carikan aqu Bu. Tolong
carikan yg kayak Ibu Afandi ini lhoo”, kataqu menggodanya.

“Lho, kok hanya kayak saya. Yg lain yg lebih cakep kan banyak. Saya khan sudah tua,
jelek lagi”, katanya sambil ketawa.

Aqu harus dapat memanfaatkan situasi. Harus, Bu Afandi harus aqu dapatkan.
“Eeh, Bu Afandi. Kita kan gag usah buru-buru nih.

Di rumah Bu Afandi juga kosong. Kita cari makan dulu yaa. Mauu yaa bu, mau
yaa”, ajakku dgn penuh kekhawatiran jangan-jangan dia menolak.

“Tapi nanti kemaleman lo Dik”, jawabnya.

“Aah, baru jam tujuh. Mau ya Buu”, aqu sedikit memaksa.

“Yaa gimana yaa… ya deh terserah Dik Barda. Tapi gag malam-malam lho.” Bu
Afandi setuju. Batinku bersorak.

Kita berehenti di warung bakmi yg terkenal. Sambil makan kita terus mengobrol.
Jeratku semakin aqu persempit.

“Eeh, aqu benar-benar tolong dicarikan istri yg kayak Bu Afandi dong Bu. benar nih.
Soalnya begini bu, tapii eeh nanti Bu Afandi marah sama saya. Gag usaah aqu katakan
saja deh”, kubuat Bu Afandi penasaran.

“Emangnya kenapa siih.” Bu Afandi memandangku penuh tanda tanya.

“Tapi janji gag marah lho.” kataqu memancing. Dia mengangguk kecil. “Anu bu… tapi
janji tidak marah lho yaa.”Cerita Sex

“Bu Afandi terus terang aqu terobsesi punya istri seperti Bu Afandi.

Aqu benar-benar bingung dan seperti orang gila kalau memikirkan Bu Afandi. Aqu
menyadari ini gag betul. Bu Afandi kan istri tetanggaqu yg harus aqu hormati.

Aduuh, maaf, maaf sekali bu. aqu sudah kurang ajar sekali”, kataqu menghiba. Bu Afandi
melongo, memandangiku. sendoknya tidak terasa jatuh di piring.

Bunyinya mengagetkan dia, dia tersipu-sipu, tidak berani memandangiku lagi.

Sampai selesai kita jadi berdiam-diaman. Kita berangkat pulang. Dalam mobil aqu
berpikir, ini sudah telanjur basah. Katanya laki-laki harus nekad untuk menaklukkan
perempuan. Nekad kupegang tangannya dgn tangan kiriku, sementara tangan kananku memegang setir.

Di luar dugaanku, Bu Afandi balas meremas tanganku. Batinku bersorak. Aqu tersenyum
penuh kemenangan. Tidak ada kata-kata, batin kita, perasaan kita telah
bertaut. Pikiranku melambung, melayg-layg. Mendadak ada sepeda motor menyalib
mobilku. Aqu kaget.

“Awaas! hati-hati!” Bu Afandi menjerit kaget. “Aduh nyalib kok nekad amat siih”,
gerutuku.

“Makanya kalau nyetir jangan macam-macam”, kata Bu Afandi.

Kita tertawa. Kita tidak membisu lagi, kita ngomong, ngomong apa saja. Kebekuan
cair sudah. Sampai di rumah aqu hanya sampai pintu masuk, aqu lalu pamit
pulang. Di rumah aqu mencoba untuk tidur.

Tidak bisa. Nonton siaran TV, tidak nyaman juga. Aqu terus membaygkan Bu Afandi yg
sekarang sendirian, hanya ditemani pembantunya yg tua di kamar belakang. Ada
dorongan sangat kuat untuk mendatangi rumah Bu Afandi.

Berani nggaak, berani gag. Mengapa gag berani. Entah setan mana yg mendorongku,
tau-tau aqu sudah keluar rumah. Aqu mendatangi kamar Bu Afandi. Dgn berdebar-debar,
aqu ketok pelan-pelan kaca nakonya, “Buu Afandi, aqu Barda”, kataqu lirih.

Terdengar gemerisik tempat tidur, lalu sepi. Mungkin Bu Afandi bangun dan taqut. Bisa
juga mengira aqu maling.

“Aqu Barda”, kataqu lirih. Terdengar gemerisik. Kain korden terbuka sedikit.

Nako terbuka sedikit. “Lewat belakang!” kata Bu Afandi. Aqu menuju ke belakang ke pintu
dapur. Pintu terbuka, aqu masuk, pintu tertutup kembali.

Aqu gag tahan lagi, Bu Afandi aqu peluk erat-erat, kuciumi pipinya, hidungnya, bibirnya
dgn lembut dan mesra, penuh kerinduan. Bu Afandi membalas memelukku, wajahnya
disusupkan ke dadaqu.

“Aqu gag bisa tidur”, bisikku.

“Aqu juga”, katanya sambil memelukku erat-erat.

Dia melepaskan pelukannya. Aqu dibimbingnya masuk ke kamar tidurnya. Kita
berpelukan lagi, berciuman lagi dgn lebih bergairah.

“Buu, aqu kangen bangeeet. Aqu kangen”, bisikku sambil terus menciumi dan
membelai punggungnya. Gairah kita semakin menggelora. Aqu ditariknya ke tempat tidur.

Bu Afandi membaringkan dirinya. Tanganku menyusup ke payudaranya yg besar
dan empuk, aduuh nikmat sekali, kuelus payudaranya dgn lembut, kuremas pelan-
pelan. Bu Afandi menyingkapkan dasternya ke atas, dia tidak memakai BH. Aduh
payudaranya kelihatan putih dan menggung.

Aqu gag tahan lagi, kuciumi, kukulum pentilnya, kubenamkan wajahku di kedua
payudaranya, sampai aqu gag bisa bernapas. Sementara tanganku merogoh kemaluannya
yg berrambut tebal. Celana dalamnya kupelorotkan, dan Bu Afandi meneruskan ke bawah
sampai terlepas dari kakinya.

Dgn sigap aqu melepaskan sarung dan celana dalamku. Kemaluanku langsung tegang
tegak menantang. Bu Afandi segera menggenggamnya dan dikocok-kocok pelan dari
ujung kemaluanku ke pangkal pahaqu. Aduuh, rasanya geli dan nikmat sekali. Aqu
sudah gag sabar lagi. Aqu naiki badan Bu Afandi, bertelekan pada sikut dan dengkulku.

Kaki Bu Afandi dikangkangkannya lebar-lebar, kemaluanku dibimbingnya masuk ke
lubang kemaluannya yg sudah basah. Digesek-gesekannya di bibir kemaluannya,
makin lama semakin basah, kepala kemaluanku masuk, semakin dalam, semakin…
dan akhirnya blees, masuk semuanya ke dalam kemaluan Bu Afandi.

Aqu turun-naik pelan-pelan dgn teratur. Aduuh, nikmat sekali. Kemaluanku dijepit
kemaluan Bu Afandi yg sempit dan licin. Makin cepat kucoblos, keluar-masuk, turun-naik
dgn penuh gairah.

“Aduuh, Dik Barda, Dik Bardai… enaak sekali, yg cepaat.. teruus”, bisik Bu Afandi sambil
mendesis-desis.

Kupercepat lagi. Suaranya kemaluan Bu Afandi kecepak-kecepok, menambah semangatku.

“Dik Bardaii aqu mau muncaak… muncaak, teruus… teruus”, Aqu juga sudah mau keluar.

Aqu percepat, dan kemaluanku merasa akan keluar. Kubenamkan dalam-dalam ke dalam
kemaluan Bu Afandi sampai amblaas. Pangkal kemaluanku berdenyut-denyut,
air maniqu muncrat-muncrat di dalam kemaluan Bu Afandi.

Kita berangkulan kuat-kuat, napas kita berhenti. Saking nikmatnya dalam beberapa detik
nyawaqu melayg entah kemana. Selesailah sudah. Kerinduanku tercurah sudah, aqu
merasa lemas sekali tetapi puas sekali.

Kucabut kemaluanku, dan berbaring di sisinya. Kita berpelukan, mengatur napas kita.
Tiada kata-kata yg terucapkan, ciuman dan belaian kita yg berbicara.

“Dik Barda, aqu curiga, salah satu dari kita mandul. Kalau aqu subur, aqu harap aqu
bisa hamil dari air manimu. Nanti kalau jadi aqu kasih tau. Yg tau bapaknya anakku
kan hanya aqu sendiri kan. Dgn siapa aqu membuat anak”, katanya sambil mencubitku.

Malam itu pertama kali aqu menyebadani Bu Afandi tetanggaqu. Beberapa kali kita
berhubungan sampai aqu kimpoi dgn perempuan lain. Bu Afandi walaupun cemburu
tapi dapat memakluminya.Cerita Sex

Keluarga Pak Afandi sampai saat ini hanya mempunyai satu anak perempuan yg cantik.
Apabila di kedepankan, Bu Afandi sering menciumi anak itu, sementara matanya
melirikku dan tersenyum-senyum manis. Tetanggaqu pada meledek Bu Afandi, mungkin
waktu hamil Bu Afandi benci sekali sama aqu.

Karena anaknya yg cantik itu mempunyai mata, pipi, hidung, dan bibir yg persis seperti
mata, pipi, hidung, dan bibirku.

Seperti telah anda ketaui hubunganku dgn Bu Afandi istri tetanggaqu yg cantik itu
tetap berlanjut sampai kini, walaupun aqu telah berumah tangga. Tetapi dalam
perkimpoianku yg sudah berjalan dua taun lebih, kita belom dikaruniai anak.

Istriku tidak hamil-hamil juga walaupun kemaluanku kutojoskan ke kemaluan istriku
siang malam dgn penuh semangat. Kebetulan istriku juga mempunyai gairah seks yg
besar. Baru disentuh saja gairahnya sudah naik.

Biasanya dia lalu melorotkan celana dalamnya, menyingkap pakaian serta mengangkangkan
pahanya agar kemaluannya yg tebal rambutnya itu segera digarap. Di mana saja,
di kursi tamu, di dapur, di kamar mandi, apalagi di tempat tidur, kalau sudah gairah, ya aqu masukkan saja kemaluanku ke kemaluannya.

Istriku juga dgn penuh gairah menerima coblosanku. Aqu sendiri terus terang setiap
saat melihat istriku selalu gairah saja deh. Memang istriku benar-benar membuat hidupku
penuh semangat dan gairah.

Tetapi karena istriku tidak hamil-hamil juga aqu jadi agak kawatir. Kalau mandul, jelas
aqu tidak. Karena sudah terbukti Bu Afandi hamil, dan anakku yg cantik itu sekarang
menjadi anak kesaygan keluarga Pak Afandi.

Apakah istriku yg mandul? Kalau melihat fisik serta haidnya yg teratur, aqu yakin istriku
subur juga. Apakah aqu kena hukuman karena aqu selingkuh dgn Bu Afandi? aah, mosok.

Gag mungkin itu. Apakah karena dosa? Waah, mestinya ya memang dosa besar. Tapi
karena menyebadani Bu Afandi itu enak dan nikmat, apalagi dia juga senang, maka hubungan
gelap itu perlu diteruskan, dipelihara, dan dilestarikan.

Untuk mengatur perselingkuhanku dgn Bu Afandi, kita sepakat dgn membuat kode khusus
yg hanya diketaui kita berdua. Apabila Pak Afandi tidak ada di rumah dan benar-benar
aman, Bu Afandi memadamkan lampu di sumur belakang rumahnya.

Biasanya lampu 5 watt itu menyala sepanjang malam, tetapi kalau pada pukul 20.00 lampu
itu padam, berarti keadaan aman dan aqu dapat mengunjungi Bu Afandi. Karena dari
samping rumahku dapat terlihat belakang rumah Bu Afandi, dgn mudah aqu dapat menangkap
tanda tersebut.

Tetapi pernah tanda itu tidak ada sampai 1 atau 2 bulan, bahkan 3 bulan. Aqu kadang-kadang
jadi agak jengkel dan frustasi (karena kangen) dan aqu mengira juga Bu Afandi sudah bosan
dgnku. Tetapi ternyata memang kesempatan itu benar-benar tidak ada, sehingga tidak aman
untuk bertemu.

Pada suatu hari aqu berpapasan dgn Bu Afandi di jalan dan seperti biasanya kita saling
menyapa baik-baik. Sebelom melanjutkan perjalanannya, dia berkata, “Dik Barda, besok
malam minggu ada keperluan gag?”

“Kayaknya sih gag ada acara kemana-mana. Emangnya ada apa?” jawabku dgn penuh
harapan karena sudah hampir satu bulan kita tidak bermesraan.

“Nanti ke rumah yaa!” katanya dgn tersenyum malu-malu.

“Emangnya Pak Afandi gag ada?” kataqu.

Dia tidak menjawab, cuma tersenyum manis dan pergi meneruskan perjalanannya. Walaupun
sudah biasa, darahku pun berdesir juga membaygkan pertemuanku malam minggu nanti.

Seperti biasa malam minggu adalah giliran ronda malamku. Istriku sudah tau itu, sehingga
tidak menaruh curiga atau bertanya apa-apa kalau pergi keluar malam itu. Aqu sudah bersiap
untuk menemui Bu Afandi.

Aqu hanya memakai sarung, tidak memakai celana dalam dan kaos lengan panjang biar agak
hangat. Dan memang kalau tidur aqu tidak pernah pakai celana dalam tetapi hanya memakai
sarung saja. Rasanya lebih rileks dan tidak sumpek, serta kemaluannya biar mendapat udara
yg cukup setelah seharian dipepes dalam celana dalam yg ketat.

Waktu menunjukkan pukul 22.00. Lampu belakang rumah Bu Afandi sudah padam dari
Afandi. Aqu berjalan memutar dulu untuk melihat situasi apakah sudah benar-benar sepi
dan aman. Setelah yakin aman, aqu menuju ke samping rumah Bu Afandi.

Aqu ketok kaca nako kamarnya. Tanpa menunggu jawaban, aqu langsung menuju ke pintu
belakang. Tidak berapa lama terdengar kunci dibuka. Pelan pintu terbuka dan aqu masuk
ke dalam. Pintu ditutup kembali.

Aqu berjalan beriringan mengikuti Bu Afandi masuk ke kamar tidurnya. Setelah pintu
ditutup kembali, kita langsung berpelukan dan berciuman untuk menyalurkan kerinduan
kita. Kita sangat menikmati kemesraan itu, karena memang sudah hampir satu bulan
kita tidak mempunyai kesempatan untuk melaqukannya.

Setelah itu, Bu Afandi mendorongku, tangannya di pinggangku, dan tanganku berada
di pundaknya. Kita berpandangan mesra, Bu Afandi tersenyum manis dan memelukku
kembali erat-erat. Kepalanya disandarkan di dadaqu.

“Paa, sudah lama kita gag begini”, katanya lirih. Bu Afandi sekarang kalau sedang bermesraan
atau bersebadan memanggilku Papa. Demikian juga aqu selalu membisikkan dan
menyebutnya Mama kepadanya. Nampaknya Bu Afandi menghayati betul bahwa
Nia, anaknya yg cantik itu bikinan kita berdua.

“Pak Afandi sedang kemana sih maa”, tanyaqu.

“Sedang mengikuti piknik karyawan ke Pangandaran. Aqu sengaja gag ikut dan
hanya Nia saja yg ikut. Tenang saja, pulangnya baru besok sore”, katanya sambil
terus mendekapku.

“Maa, aqu mau ngomong nih”, kataqu sambil duduk bersanding di tempat
tidur. Bu Afandi diam saja dan memandangku penuh tanda tanya.

“Maa, sudah dua taun lebih aqu berumah tangga, tetapi istriku belom hamil-hamil
juga. Kamu tau, mustinya secara fisik, kita tidak ada masalah.

Aqu jelas bisa bikin anak, buktinya sudah ada kan. Aqu gag tau kenapa kok belom jadi
juga. Padahal bikinnya tidak pernah berhenti, siang malam”, kataqu agak
melucu. Bu Afandi memandangku.

“Pa, aqu harus berbuat apa untuk membantumu. Kalau aqu hamil lagi, aqu yakin
suamiku tidak akan mengijinkan adiknya Nia kamu minta menjadi anak
angkatmu. Toh anak kita kan baru dua orang nantinya, dan pasti suamiku akan
sayg sekali.

Untukku sih memang seharusnya bapaknya sendiri yg mengurusnya. Tidak
seperti sekarang, keenakan dia. Cuma bikin doang, giliran sudah jadi bocah
orang lain dong yg ngurus”, katanya sambil merenggut manja. Aqu tersenyum kecut.

“Jangan-jangan ini hukuman buatku ya maa, Aqu dihukum tidak punya anak sendiri. Biar
tau rasa”, kataqu.

“Ya sabar dulu deh paa, mungkin belom pas saja. Air manimu belom pas ketemu sama
telornya Rina (nama istriku). Siapa tau bulan depan berhasil”, katanya menghiburku.

“Ya mudah-mudahan. Tolong didoain yaa…”Cerita Sex

“Enak saja. Didoain? Mustinya aqu kan gag rela Papa menyebadani Rina istrimu
itu. Mustinya Papa kan punyaqu sendiri, aqu monopoli. Gag boleh punya Papa masuk
ke perempuan lain kan.

Kok malah minta didoain. Gimana siih”, katanya manja dan sambil memelukku erat-erat.
Benar juga, mestinya kita ini jadi suami-istri, dan Nia itu anak kita.

“Maa, kalau kita ngomong-ngomong seperti ini, jadinya gairahnya malah jadi menurun
lho. Jangan-jangan gag jadi main nih”, kataqu menggoda.

“Iiih, dasar”, katanya sambil mencubit pahaqu kuat-kuat.

“Makanya jangan ngomong saja. Segera saja Mama ini diperlaqukan sebagaimana
mestinya. Segera digarap doong!” katanya manja.

Kita berpelukan dan berciuman lagi. Tentu saja kita tidak puas hanya berciuman
dan berpelukan saja. Kutidurkan dia di tempat tidur, kutelentangkan. Bu Afandi mandah
saja. Pasrah saja mau diapain.

Dia memakai daster dgn kancing yg berderet dari atas ke bawah. Kubuka kancing
dasternya satu per satu mulai dari dada terus ke bawah. Kusibakkan ke kanan dan
ke kiri bajunya yg sudah lepas kancingnya itu. Menyembullah payudaranya yg putih
menggunung (dia sudah tidak pakai BH). Celana dalam warna putih yg menutupi
kemaluannya yg nyempluk itu aqu pelorotkan.

Aqu benar-benar menikmati keindahan badan istri gelapku ini. Saat satu kakinya
ditekuk untuk melepaskan celana dalamnya, gerakan kakinya yg indah, kemaluannya
yg agak terbuka, aduh pemandangan itu sungguh indah.

Benar-benar membuatku menelan ludah. Wajah yg ayu,payudara yg putih menggunung
, perut yg langsing, kemaluan yg nyempluk dan agak terbuka, kaki yg indah agak
mengangkang, sungguh mempesona. Aqu tidak tahan lagi.

Aqu lempar sarungku dan kaosku entah jatuh dimana. Aqu segera naik di atas badan
Bu Afandi. Kugumuli dia dgn penuh gairah. Aqu tidak peduli Bu Afandi megap-megap
keberatan aqu tindih sepenuhnya. Habis gemes banget, gairah banget sih.

“Uugh jangan nekad tho. Berat nih”, keluh Bu Afandi.

Aqu bertelekan pada telapak tanganku dan dengkulku. Kemaluanku yg sudah tegang
banget aqu paskan ke kemaluannya. Terampil tangan Bu Afandi memegangnya dan dituntunnya
ke lubang kemaluannya yg sudah basah.

Tidak ada kesulitan lagi, masuklah semuanya ke dalam kemaluannya. Dgn penuh semangat
kukocok kemaluan Bu Afandi dgn kemaluanku. Bu Afandi semakin naik, menggeliat
dan merangkulku, melenguh dan merintih. Semakin lama semakin cepat, semakin naik,
naik, naik ke puncak.

“Teruuus, teruus paa.. sshh… ssh…” bisik Bu Afandi

“Maa, aqu juga sudah mau… keluaarr”

“Yg dalam paa… yg dalamm. Keluarin di dalaam Paa… Paa… Adduuh Paa nikmat banget Paa…, ouuch..”, jeritnya lirih yg merangkulku kuat-kuat.

Kutekan dalam-dalam kemaluanku ke kemaluannyanya. Croot, cruuut, crruut, keluarlah
air maniqu di dalam rahim istri gelapku ini. Napasku seperti terputus. Kenikmatan luar
biasa menjalar kesuluruh badanku. Bu Afandi menggigit pundakku. Dia juga sudah mencapai
puncak. Beberapa detik dia aqu tindih dan dia merangkul kuat-kuat.

Akhirnya rangkulannya terlepas. Kuangkat badanku. Kemaluanku masih di dalam, aqu
gerakkan pelan-pelan, aduh geli dan ngilu sekali sampai tulang sumsum. Kemaluannya licin
sekali penuh air maniqu.

Kucabut kemaluanku dan aqu terguling di samping Bu Afandi. Bu Afandi miring menghadapku
dan tangannya diletakkan di atas perutku.

Dia berbisik, “Paa, Nia sudah cukup besar untuk punya adik. Mudah-mudahan kali ini langsung
jadi ya paa.

Aqu ingin dia seorang laki-laki. Sebelom Papa Afandi mengeluh Rina belom hamil, aqu
memang sudah berniat untuk membuatkan Nia seorang adik. Sekalian untuk test apakah Papa
masih joos apa tidak. Kalau aqu hamil lagi berarti Papa masih joosss.

Kalau nanti pengin menggendong anak, ya gendong saja Nia sama adiknya yg baru saja
dibuat ini.” Dia tersenyum manis.

Aqu diam saja. menerawang jauh, alangkah nikmatnya bisa menggendong anak-anakku.

Malam itu aqu bersebadan lagi. Sungguh penuh cinta kasih, penuh kemesraan. Kita
tuntaskan kerinduan dan cinta kasih kita malam itu. Dan aqu menunggu dgn harap-harap
cemas, jadikah anakku yg kedua di rahim istri gelapku ini?