situs bandarq

Memperkosa Guru Les


Cerita Dewasa - Mungkin aku wajib menyesal telah masuk kelas IPA karena nilai nilai pelajaran fisika, matematika dan kimia nilainya selalu hancur. Kadang aku berfikir kenapa dulu tidak memilih jurusan IPS ataubahasa saja supaya terhindar dari mata pelajaran yang membuatku pusing 7 keliling. Tapi mau apa lagi nasi sudah menjadi bubur, langkah yang aku tempuh harus bagaimana caranya agar nilaiku tersebut bisa bagus.
Cerita Sex, Cerita Mesum, Cerita Dewasa, Cerita bokep, Cerita Ngentot, Cerita Hot, Cerita Sex 2016, Cerita Mesum 2016, Cerita Dewasa 2016, Cerita bokep2016, Cerita Ngentot2016, Cerita Hot 2016, Cerita Sex Terbaru, Cerita Mesum Terbaru, Cerita Dewasa Terbaru, Cerita bokep Terbaru, Cerita Ngentot Terbaru, Cerita Hot Terbaru, Video Sex, Video Bokep, Video Mesum, Video Dewasa, Video XXX, Vagina, Kontol, Memek, Perawan, Bugi, Cewek Bugil, SPG Hot,

Aku dan 2 temanku yang senasib, terpaksa ikut les privat tambahan. tak kusangka setelah dipertemukan oleh kakaku, ternyata guru privatku adalah seorang mahisiswi tingkat akhir, umurnya kira kira 23 tahun sungguh mempesona melihat dari pandangan pertama.
Namanya Icha, penampilannya sungguh perfect dari atas sampai bawah, wah ini bukannya les tambahan lagi tapi ada tambahannya yang lebih besar lagi, dari kulit putihnya, buah dadanya yang cukup besar, rambut panjang dengan dikunibur dia juga memakai kaca mata tapi tidak mengurangi kecantikannya. Hhhmmmm yummmyy….
Keesokan harinya aku bergegas kerumahnya. Tentu disertai semangat 45 untuk bertemu dengan ibu Icha. Apes mungkin, sesampainya disana, rumah dalam keadaan kosong. Hujan mulai lebat, sedang aku tak membawa mantol. Terpasa memang harus menunggu di teras rumah. Kira-kira 15 menit kemudian aku melihat ibu Icha turun dari taksi dan langsung berlari ke rumahnya karena tidak membawa payung.
Dia sendiri sempat kebasahan sehingga pakaiannya mengerut dan makin memperlihatkan lekuk tubuhnya. “Aduh sori banget yah, hari ini Ibuibu ada kuliah tambahan lupa beritahu kalian jadi bikin kalian basah gini”, katanya. “Tidak apa-apa kok bu kita maklum, tapi kok kenapa di rumah sekarang sepi amat nih, yang lain pada ke mana nih?”, tanya Rudi. “Papa dan Mama lagi ke Surabaya ngikutin undangan pernikahan saudara nih, terus pembantu ibu udah pulang, kan udah deket lebaran”. “Wah jadi repot dong Ibu di rumah sendirian”, kataku padanya.
“Yah begitulah, tapi besok ortu pulang kok”, katanya. “Eh, sebelum les saya mau mandi dulu sebentar ya, basah nih nanti flunya kambuh lagi, kalian tunggu saja dulu di sini oke..”. Mendengar itu pikiranku mulai ngeres membayangkan di saat dingin begini bisa mandi bersama cewek secantik Ibu Icha. Ooh enaknya, dingin-dingin empuk deh rasanya. Dari kamar mandi mulai terdengar suara peribukan air, ingin rasanya aku mengintipnya tapi sayang lubang kunci sempit sekali.
Kami mulai melihat-lihat isi ruang tamunya, melihat foto-fotonya waktu keci, foto pernikahan kakaknya, dan foto-foto keluarga yang terpajang di sana. Tiba-tiba dari kamar mandi terdengar jeritan disusul Ibu Icha keluar dari kamar mandi hanya dengan ditutupi handuk yang dilipat dan secara refleks memeluk Rudi yang saat itu dekat kamar mandi. “Ada kecoa besar sekali di sana!”, katanya.  Segera kutepuk binatang itu dengan sandal dan kubuang bangkainya ke tong sampah. Waktu aku keluar kamar mandi kulihat Ibu Icha masih dipelukan Rudi dengan hanya selembar handuk saja, dalam hati aku merasa sirik.
“Huh kenapa gua dari tadi bukan berdiri di situ, sialan”, gerutuku dalam hati. Ibu Icha terlihat seksi sekali saat itu, rambutnya yang basah tergerai dan pahanya yang putih panjang itu kulihat dengan jelas sekali membuat penisku bangkit seketika , ingin rasanya menarik handuk itu. Rudi berkata, “Ibu kecoanya sudah mati Ibu, tenang.., tenang..!”. Beberapa saat kemudian Ibu Icha mulai tenang dan berkata, “Terima kasih ya untung ada kalian, takut banget sama kecoa”. Dia mulai melepaskan pelukan tidak sengajanya itu, tapi mendadak Rudi menangkap pergelangan tangan kirinya dan tidak melepasnya.
“Eh, kenapa kamu ini Rudi, sudah mau berpakaian dulu nih”. “Sudah Ibu tidak usah repot-repot berpakaian deh, saya lebih suka ngeliat seperti ini”, jawab Rudi. “Udah ah, kamu jangan main-main”, kata Ibu Icha sambil menghentakkan tangannya, tapi Rudi bukannya melepas malah semakin erat menggenggamnya sambil tangan satunya menarik lipatan handuk yang dipakai Ibu Icha sehingga handuk itu jatuh, dan terlihatlah pemandangan terindah yang pernah kulihat tubuh putih indah dengan buah dada yang putingnya merah muda dan kemaluannya yang tertutup bulu-bulu hitam yang lebat, persis seperti model-model nude Jepang yang kulihat di internet.
“Kurang ajar kamu ya!”, bentaknya sambil menampar Rudi. Ditampar begitu Rudi bukannya kapok, malahan memegang tangan satunya itu dan melipat kedua tangan Ibu Icha ke belakang, lalu mencium bibirnya, membuat pipi Ibu Icha memerah malu. Melihat adegan panas itu aku yang sudah terbuai nafsu langsung mendekati mereka. Aku memeluk Ibu Icha yang sedang dicium dari belakang. Tubuh Ibu Icha terasa harum, karena baru selesai mandi. Tanganku agak gemetar ketika memegang buah dadanya yang indah. Kumain-mainkan putingnya sampai mengeras, aku juga menciumi kupingnya dan turun menjilati lehernya, kemudian tangan kiriku mulai turun meraba kemaluanya dan memainkan klitorisnya, hangat rasanya tanganku di tempat itu. Rudi melepas ibuumannya setelah merasa susah bernafas. “Sudah.., sudah berhenti.., kalo tidak saya teriak nih!”, kata Ibu Icha.
Tapi bukannya berhenti, Rudi kembali melumat bibir Ibu Icha dan mulai meraba dadanya, aku gantian memegangi tangan Ibu Icha. Menurutku Ibu Icha sebenarnya suka diperlakukan begitu hanya saja dia sok jual mahal atau mungkin juga malu. Buktinya kalau dia tidak suka dia pasti sudah berteriak sejak tadi, dan lagi pula dia bisa dengan mudah menendang sekangkangan Rudi untuk melepaskan diri, tapi nyatanya dia hanya meronta-ronta sedikit dan lebih lagi dia juga mulai mengeluarkan lidahnya untuk beradu ketika Rudi menciumnya. Tidak lama kemudian rontaannya mulai melemas dan kelihatannya dia mulai menikmati semua ini. Rudi kembali berkata, “Ibu di sini tidak nyaman kan, gimana kalo kita ke kamar aja?”. “Sudah.., cukup.., kalian memang keterlaluan, saya ini kan guru kalian!”. Tanpa menjawab Rudi mencari dan menemukan kamar Ibu Icha, aku menutup mulut Ibu Icha dengan tanganku sambil memegangi kedua tangannya yang terlipat ke belakang dan aku menggiringnya masuk ke kamarnya. Setelah Rudi mengunci pintu aku mendorong Ibu Icha ke ranjang.
Ibu Icha meraih selimut dan menutupi tubuhnya lalu berkata, “Kurang ajar kalian ya.., pergi kalian dari rumah ini..!”. Tapi kami mana mungkin menurutinya, aku mendekatinya sementara Rudi membuka pakaiannya, kurebahkan dia di ranjang. Kulumat bibir mungilnya, lalu kujilat buah dadanya, sambil tanganku memainkan vaginanya yang sudah basah karena kumainkan waktu di ruang tamu tadi. “Stop.., pergi.., jangan .., ah.., jangan.., ahh!”, kudengar Rudi berkata padaku. “Eh Siung mau main kok masih pake baju, lepas dulu dong!”. Rudi yang sudah bugil duduk di samping kami, lalu kulepas sebentar Ibu Icha untuk membuka bajuku, Rudi langsung menyambar Ibu Icha dan menjilati vaginanya, sesudah bugil aku mendekati lagi Ibu Icha yang lagi terbaring. Aku berlutut di depan wajahnya dan berkata, “Ibu tolong dong jilatin, boleh tidak?”.
Ibu Icha menatapku sejenak sambil mendesah karena jilatan Rudi, lalu diraihnya penisku dan dimasukkannya ke dalam mulutnya. Kulumannya enak sekali, penisku terasa hangat dan basah. Sambil dikulum, kuremas-remas buah dadanya yang montok itu. Setelah puas menjilati vagina Ibu Icha, Rudi mengarahkan penisnya yang cukup besar itu ke liang vagina Ibu Icha, dengan perlahan Rudi memasukkannya sementara Ibu Icha terus mengulum dan menjilati penisku. Ternyata Ibu Icha sudah tidak perawan lagi, karena ketika Rudi memasukkan penisnya tidak ada darah sedikitpun. Kira-kira 10 menit lebih penisku dikulum olehnya, aku merasakan sudah mau keluar dan aku sebenarnya sudah mau melepasnya namun tak tertahankan lagi akhirnya aku menyemburkan maniku di mulutnya, dia pun melepas kulumannya. Kulihat mulutnya penuh dengan mani dan sisanya muncrat membasahi wajahnya, “Sori Ibu, terlalu semangat sih tadi, nggak marah kan?”, kataku.
“kurang ajar ya kamu ke guru sendiri berani berbuat gini..”. Aku mengambil tisu untuk membersihkan wajah Ibu Icha, ketika aku hendak mengelap penisku, Ibu Icha mencegah, “Siung, jangan.., sini biar ibu bersihin aja.., uhh!”, katanya teputus-putus karena sedang digenjot Rudi. Dia meraih penisku dan menjilati sisa-sisa maniku sebelum dia menelannya tadi, semua maniku berada di dalam mulutnya. “Gimana Ibu? rasanya enak gitu?”, kataku. Dia hanya mengangguk sambil terus menjilat sampai bersih. Setelah bersih aku bertanya padanya, “Ibu haus nih, ambil minum di mana nih?”. “Ambil saja di kulkas di tingkat 2 sana.., ahh.., ahh..”, katanya lagi dengan nada terputus-putus.
Aku keluar dan membuka kulkas, setelah minum kulihat di frezeer juga ada sekotak es krim, terpikir olehku untuk makan es itu di atas tubuh Ibu Icha pasti lebih nikmat. Maka kubawa es itu ke kamar. Sebelum sampai kamar pun suara desahan Ibu Icha masih terdengar, untung kamarnya agak di dalam dan ada suara hujan deras di luar, jadi suaranya tidak terdengar sampai ke tetangga. Ketika aku sampai kulihat tubuh Ibu Icha menggelinjang hebat, sampai terlihat tulang-tulang rusuknya, kelihatannya dia sudah mencapai klimaks, dia merangkul erat Rudi sambil medesah panjang.
Rudi mencabut penisnya dan memuntahkan isinya ke mulut Ibu Icha. Ibu Icha menelan semuanya sambil menjilati penis Rudi. Aku dekati mereka dan berkata, “Capek ya Ibu, nih minum dulu deh!”, kusodorkan segelas air padanya. “Ibu sambil istirahat bagi dong es krimnya boleh tidak?”, tanyaku sambil menunjukkan es itu. “Kamu ini bener-bener tidak sopan ya, tidak bilang-bilang main ambil aja.., ya udah makan sana”, katanya. “Tapi tidak ada gelasnya nih Ibu.., gimana kalo kita makanya di atas badan ibuibu aja ya?”, tanpa menunggu jawaban darinya, aku sudah mulai mengoles es krim itu ke tubuhnya mulai dari leher, dada, kemaluan, dan paha indahnya. “Eh tunggu dulu, kalian ini apa-apaan nih, dingin ah jangan!”. Sebelum dia berbuat lebih kami langsung menjilati tubuhnya, Rudi menjilati leher dan dadanya, aku bagian vagina dan pahanya. Rudi berkata, “Wah Ibu enak banget esnya, apalagi yang bagian dada, es kayak gini pasti cuma ada 1 di dunia”.
Ibu Icha cuma bisa mendesah karena geli bercampur nikmat. Kujilati kemaluannya, agak aneh memang rasa es krim bercampur cairan cinta, tapi enak juga kok. Setelah es di tubuhnya habis, aku berbaring dan memintanya duduk di atas penisku sambil menggenjotnya. Ibu Icha mulai memasukkan penisku ke vaginanya, kelihatannya agak sempit walaupun tidak perawan lagi. Dia mulai bergoyang-goyang di atas tubuhku dan Rudi memasukkan penisnya ke mulut Ibu Icha. Ku remas buah dadanya yang hot itu, sampai akhirnya kutembakkan maniku di vaginanya. Kami akhirnya bermain sampai puas, hari sudah gelap waktu itu. Kami sempat tertidur kira-kira 1 jam, ketika bangun kulihat Ibu Icha sudah memakai piyama bersandar di pinggir ranjang sambil merokok, baru kali ini kulihat dia merokok, katanya sih dia memang jarang sekali, hanya kalau lagi strees saja biasanya.
Kulihat dimeja belajarnya ada fotonya sedang dirangkul seorang pria yang cukup ganteng, pas untuknya. Kutanya siapa orang itu, ternyata dialah pacar Ibu Icha yang sekarang sedang mengambil gelar master di Amerika, dia sudah 1,5 tahun tidak pulang hanya ada kabarnya lewat e-mail dan telepon. Karena itulah Ibu Icha sudah lama tidak menikmati lagi hubungan seks. Sekaranglah Ibu Icha mendapat penyaluran kebutuhan itu, meskipun sebelumnya dia malu-malu. Dia berkata, “Sudah bangun? gimana.., sudah puas? Kalian ini benar-benar deh, belum pernah ada murid les saya yang seberani kalian, tapi please yah, jaga rahasia ini, biar ini cuma kita yang tau aja, ok!” “Beres Ibu”, kata Rudi, “Asal ibuibu seneng kita juga seneng kan, tapi Vernand boleh tau tidak, dia kan temen kita juga Ibu”, kata Rudi. “Hmm.., iya deh tapi dia orang terakhir yang tau rahasia ini loh”.
“OK Ibu beres!”, jawab kami bersamaan. “O iya, ibu udah masak makan malam, kalian makan aja di sini”. Kami pun makan bersama, masakannya enak, hoki banget pacarnya kalau sudah nikah nanti. Sesudah makan kami pulang diantar Ibu Icha sampai pintu pagar. Baru kutahu ternyata dibalik wajah alim dan terpelajar Ibu Icha tersembunyi banyak hal di luar dugaan. Sejak itu sampai pacar Ibu Icha pulang bila ada kesempatan kami sering melakukan hal itu lagi, kadang berempat (ditambah Vernand), kadang 1 lawan 1 saja, kadang triple, macam- macam lah. Untuk mencari tempat sepi biasa bila di rumah salah satu dari kami sedang kosong, kami meneleponnya untuk datang ke sana saja. Sekarang aku sudah kuliah semester 4, Ibu Icha pun sudah menikah dengan pacarnya, kami bertiga diundang ke pestanya, di sana dia tersenyum manis pada kami bertiga mungkin tanda terima kasih karena kamilah yang memenuhi kebutuhan biologisnya waktu pacarnya tidak ada dulu. Selamat ya Ibu, semoga bahagia selalu, kamilah yang tidak bahagia karena tidak bisa bermain dengannya lagi